Aspek Ulumul Qur'an dalam Penafsiran Surat Al-Maidah Ayat 6

Pada setiap ibadah, umat Islam tidak lepas dari pelaksanaan thaharah (bersuci), karena bersuci merupakan syarat sah melakukan shalat. Thaharah terdapat beberapa macam diantaranya adalah wudhu, wudhu adalah sebuah syariat kesucian yang ditetapkan Allah SWT kepada umat Islam sebagai pendahuluan bagi shalat dan ibadah lainnya.

Disyariatkannya wudhu tidak hanya ketika hendak melakukan ibadah saja, tetapi juga disyariatkan pada setiap kondisi. Oleh sebab itu, umat Islam sangat dianjurkan agar selalu dalam kondisi suci (berwudhu). 

Selain berwudhu, dalam al-Qur’an juga dijelaskan mengenai tayammum, yaitu tindakan menyucikan diri tanpa menggunakan air tetapi menggunakan debu sebagai pengganti air. Dalam Islam tayammum merupakan pengganti dari wudhu namun dengan sebab dan syarat tertentu. Landasan perintah berwudhu dan bertayammum di atas telah tertuang dalam al-Qur’an surat al-Maidah ayat 6.

Aspek Ulumul Qur'an dalam Al-Maidah ayat 6

Surat al-Maidah merupakan surat yang kelima dalam al-Qur’an. surat ini terdiri dari 120 ayat dan termasuk golongan surat Madaniyah. Dalam surat al-Maidah terdapat berbagai macam pembahasan yang salah satunya terdapat pembahasan mengenai thaharah yang tertera pada ayat ke-6 surat tersebut.

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓا۟ إِذَا قُمْتُمْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ فَٱغْسِلُوا۟ وُجُوهَكُمْ وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى ٱلْمَرَافِقِ وَٱمْسَحُوا۟ بِرُءُوسِكُمْ وَأَرْجُلَكُمْ إِلَى ٱلْكَعْبَيْنِ ۚ وَإِن كُنتُمْ جُنُبًا فَٱطَّهَّرُوا۟ ۚ وَإِن كُنتُم مَّرْضَىٰٓ أَوْ عَلَىٰ سَفَرٍ أَوْ جَآءَ أَحَدٌ مِّنكُم مِّنَ ٱلْغَآئِطِ أَوْ لَٰمَسْتُمُ ٱلنِّسَآءَ فَلَمْ تَجِدُوا۟ مَآءً فَتَيَمَّمُوا۟ صَعِيدًا طَيِّبًا فَٱمْسَحُوا۟ بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ ۚ مَا يُرِيدُ ٱللَّهُ لِيَجْعَلَ عَلَيْكُم مِّنْ حَرَجٍ وَلَٰكِن يُرِيدُ لِيُطَهِّرَكُمْ وَلِيُتِمَّ نِعْمَتَهُۥ عَلَيْكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu hendak mengerjakan shalat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku, dan sapulah kepalamu dan (basuh) kakimu sampai dengan kedua mata kaki,

dan jika kamu junub maka mandilah, dan jika kamu sakit atau dalam perjalanan atau kembali dari tempat buang air (kakus) atau menyentuh perempuan, lalu kamu tidak memperoleh air, maka bertayammumlah dengan tanah yang baik (bersih);

sapulah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu. Allah tidak hendak menyulitkan kamu, tetapi Dia hendak membersihkan kamu dan menyempurnakan nikmat-Nya bagimu, supaya kamu bersyukur.” (Al-Maidah [5]: 6).

Sekilas kita membaca surat al-Maidah ayat 6 di atas jelas dikatakan bahwa ayat tersebut menjelaskan mengenai suatu hal yang perlu dilakukan sebelum shalat yakni bersuci.

Dalam ayat tersebut jika dianalisis maka thaharah dibagi menjadi dua bagian, pertama, thaharah secara hakiki yakni hal-hal yang berkaitan dengan kebersihan badan, pakaian dan tempat shalat dari najis.

Kedua, thaharah secara hukmi, maksudnya adalah sucinya diri kita dari hadas, baik hadas kecil maupun besar (janabah). Thaharah secara hakiki memang tidak tampak kotornya secara fisik, namun boleh jadi secara fisik tidak ada kotoran pada diri kita tetapi belum tentu dipandang bersih dan suci secara hukum.

Dalam tafsir al-Misbah lafadh إِذَا قُمْتُمْ إِلَى ٱلصَّلَوٰةِ (apabila kamu telah akan mengerjakan shalat), mengisyaratkan bahwa perlunya niat bersuci guna sahnya wudhu, niat yang dimaksud di sini adalah untuk melaksanakan shalat bukan untuk membersihkan diri atau semacamnya.

Lafadh فَٱغْسِلُوا۟ (basuhlah), berarti mengalirkan air pada anggota badan. M. Quraish Shihab menambahkan bahwa yang dimaksud wajah adalah dari ujung tempat tumbuhnya rambut kepala sampai ke ujung dagu dan bagian antara kedua telinga (tidak termasuk apa yang ada di dalam mata, hidung, atau tidak juga harus berkumur). 

Firman Allah وَأَيْدِيَكُمْ إِلَى ٱلْمَرَافِقِ, pada lafadh أَيْدِ dapat dipahami dalam arti sempit dan luas, lafadh إِلَى ٱلْمَرَافِق bermaksud untuk memberi batasan tentang makna tersebut hanya saja terdapat perbedaan pendapat di antara para ulama pada ladadh ila, apakah ia berarti sampai (sehingga siku-siku wajib dibasuh) atau tidak. 

وَٱمْسَحُوا۟ بِرُءُوسِكُمْ (Sapulah kepala kamu), setelah para ulama sepakat tentang wajibnya mengenakan air ke kepala, mereka  berbeda pendapat tentang batas minimal yang wajib. Perbedaan tersebut muncul dari huruf ba’ lafadh بِرُءُوسِكُمْ 

Ulama bermadzhab Syafii dan Hanafi memahaminya dengan makna sebagian, sehingga ayat tersebut memerintahkan untuk membasuh sebagian kepala. Sedangkan madzhab Maliki dan Hanbali memahami ba’ di atas sebagai tambahan huruf yang berfungsi penguat dan tidak mengandung makna tertentu. 

وَأَرْجُلَكُمْ lafadh ini terhubung dengan kata بِرُءُوسِكُمْ dan karena wajah harus dibasuh, maka kaki pun harus dibasuh. Walaupun kata tersebut dalam bentuk jamak, tetapi ayat di atas menggunakan bentuk dual ketika menjelaskan mata kaki (al-Ka’bain). Hal ini, untuk menunjukkan bahwa kedua mata kaki harus dibasuh.

Jika ayat di atas diamati lebih teliti, terlihat bahwa anggota badan yang diperintahkan untuk diusap dan dibasuh disebut dalam susunan urutan wajah, tangan, kemudian kembali ke atas (kepala) dan terakhir adalah kaki. 

Jika diambil urutan tubuh manusia, maka seharusnya yang disebut terlebih dahulu adalah kepala, wajah, tangan dan kaki. Di sisi lain, kata yang digunakan oleh al-Qur’an berbeda, hal ini menunjukkan akan adanya keharusan urutan dalam melakukan wudhu sesuai dengan urutan yang disebut ayat ini. Pendapat ini merupakan pendapat yang dipegang oleh mayoritas ulama. 

Kata ٱلْغَآئِطِ bermakna tempat yang tinggi, biasanya menjadi aman karena tidak mudah dijangkau orang. Dari sini maknanya kemudian dikembangkan menjadi tempat buang air, ada juga yang memahami kata ghaith  dengan arti tempat yang rendah, demikianlah Ibn ‘Asyur menjelaskan ayat ini dalam tafsirnya. 

Kata لَٰمَسْتُمُ ٱلنِّسَآءَ (dengan kamu menyentuh perempuan), kata ini digunakan untuk mengekspresikan hal-hal yang seharusnya dirahasiakan. صَعِيدًا (tanah), imam Syafi’i memahami kata tersebut dengan tanah yang dapat menyuburkan tumbuhan, pengertian ini timbul karena kata tersebut disertai dengan kata طَيِّبًا yang tidak dipahami dalam arti suci saja, namun juga berpotensi menumbuhkan tumbuhan

Sesuai firman Allah SWT.

وَٱلْبَلَدُ ٱلطَّيِّبُ يَخْرُجُ نَبَاتُهُۥ بِإِذْنِ رَبِّهِ

“Dan tanah yang baik, tanaman-tanamannya tumbuh subur dengan seizin Allah” (Al-A’raf [7]: 58)

Firman Allah فَٱمْسَحُوا۟ بِوُجُوهِكُمْ وَأَيْدِيكُم مِّنْهُ menunjukkan bahwa arti bertayamum hanya wajah dan tangan yang harus disapu dengan tanah, apapun yang menjadi sebab bertayamum, sebagai pengganti wudhu atau mandi.

Kewajiban berwudhu untuk shalat, demikian untuk tayammum telah dikenal oleh umat Islam jauh sebelum turunnya ayat ini. Karena dari sekian banyak riwayat mengatakan bahwa Nabi Muhammad SAW tidak pernah shalat tanpa wudhu dan Nabi telah melaksanakan shalat sejak dini di Makkah. 

Dari uraian makna mufradat di atas dapat disimpulkan bahwa bersuci selain wudhu dapat juga dilakukan dengan cara bertayamum, akan tetapi tayammum hanya terbatas pada mengusap wajah dan tangan karena tujuan dari tayammum sendiri adalah bukan membersihkan diri, atau menyegarkan jiwa, tetapi hanya sebagai ibadah kepada Allah SWT.

Jika dilihat dari asbab nuzulnya, surat al-Maidah ayat 6 yang menjelaskan tentang wudhu dan tayammum ini turun berdasarkan riwayat Bukhari dari Aisyah ra.

عن عائشة رضي الله عنها قالت: سقطت قلادة لي بالبيداء، ونحن داخلون بالمدينة، فأناخ رسول الله صلى الله عليه وسلم ونزل، فثنى رأسه في حجري راقدا، وأقبل أبو بكر، فلكز فيّ لكزة شديدة وقال: حبست الناس في قلادة ثم إن النبي صلى الله عليه وسلم استيقظ وحضرت الصبح، فالتمس الماء، فلم يوجد، فنزلت: يا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذا قُمْتُمْ إِلَى الصَّلاةِ إلى قوله لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ. وكان ذلك في غزوة المريسيع.

“Dari Aisyah ra, ia berkata: “Kalungku jatuh dan hilang di tengah gurun, sedang kami hendak memasuki Madinah. Lalu Rasululllah SAW menderumkan unta beliau turun, lalu beliau merebahkan kepala beliau di atas pangkuanku untuk tidur.

Lalu Abu Bakar Ash-Shiddiq pun datang menghampiriku, lalu ia memukul pada bagian dadaku dengan keras seraya berkata: “Kamu telah menahan perjalan oranng-orang gara-gara kalungmu”. Kemudian Rasulullah SAW bangun dan waktu shubuh pun datang, lalu beliau mencari air, namun tidak menemukannya. Lalu turunlah ayat 6 surat al-Maidah” (hal ini terjadi pada perang al-Muraisi).” (H.R. Bukhari)

Hadis riwayat bukhari di atas menunjukkan bahwa wudhu sebenarnya telah wajib bagi mereka sebelum turunnya surat al-Maidah ayat 6. Oleh sebab itu, mereka merasa berat ketika mereka berhenti di tengah perjalanan tanpa mempunyai persediaan air.

Hal yang sudah pasti kebenarannya dalam sirah nabawiyah adalah bahwa semenjak shalat diwajibkan atas Rasulullah SAW, beliau tidak menjalankan shalat melainkan dengan wudhu.

Dalam tafsir Munir karya Wahbah Zuhaili, Ibn Abd al-Barr mengatakan bahwa hikmah dibalik turunnya ayat wudhu adalah supaya kewajiban wudhu menjadi bagian yang dibaca dalam al-Qur’an, meskipun praktik wudhu sebenarnya telah dijalankan sebelum itu. 

Wahbah Zuhaili dalam kitab tafsirnya juga menjelaskan mengenai aspek munasabah ayat ini beliau mengatakan terdapat dua bentuk perjanjian; (a) Perjanjian rububiyyah; (b) Perjanjian ketaatan.

Setelah Allah memenuhi janji yang pertama kepada hambanya dengan menerangkan tentang halal dan haram yang menyangkut persoalan makanan dan pernikahan, Allah SWT menuntut para hambanya untuk memenuhi janji yang kedua, yaitu janji ketaatan dan ketaatan yang paling agung setelah iman adalah shalat, sedangkan shalat tidak akan sah kecuali dengan keadaan suci.

Oleh sebab itu, Allah SWT menuturkan kewajiban-kewajiban wudhu. Abu Dawud al-Thayalasi, Imam Ahmad dan Imam Baihaqi meriwayatkan dari Jabir dari Rasulullah SAW:

مفتاح الجنة الصلاة، ومفتاح الصلاة الطهور
“Kunci surga adalah shalat, sedangkan kunci shalat adalah suci.” (H.R. Abu Dawud, Al-Thayalasi, Ahmad, dan Baihaqi)Wallahu A'lam
Abd Hamid Majid

Seorang Mahasiswa Universitas di Jawa Timur, Indonesia

1 Comments

  1. You’ll also discover loads of online slots and different games, together with keno. XBet Casino bonus codes are also out there to use on 카지노사이트 your first and subsequent deposits. If you ever have any questions, buyer support is on the market 24/7 by way of live chat. Without a doubt, the hype in the direction of|in path of} live on line casino games won’t die down anytime soon. Starting from small bets a lot as} large amounts, you can use use|you must use} the entire range out there for your bets. If you play live on line casino online extra regularly and advance to the VIP buyer phase, you will acquire entry to particular tables that provide higher betting choices.

    ReplyDelete
Previous Post Next Post