MrJazsohanisharma

Adab Membaca Alqur'an


Al-Qur’an adalah firman Allah yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW melalui malaikat jibril yang merupakan mukjizat terbesar sepanjang sejarah manusia. Bagi siapa saja yang membaca al-Qur’an sekalipun tidak memahami maknanya, terhitung sebagai ibadah dan mendapatkan ganjaran pahala yang sangat besar sebagaimana dijelaskan dalam hadith qudsi yang artinya diriwayatkan oleh Abu Sa’id, Rasulullah SAW bersabda “Allah SWT berfirman: siapa-siapa yang disibukkan dari memohon kepada-Ku karena membaca al-Qur’an, maka aku akan berikan dia sebaik-baik ganjaran orang yang memohon. Kelebihan firman Allah dari semua perkataan adalah seperti kelebihan Allah dari semua makhluk-Nya.”
Dari hadith diatas, jelas sekali bahwa al-Qur’an memiliki posisi yang sangat mulia sebagai sebaik-baik kitab suci dan sekaligus pedoman hidup bagi umat manusia. Karena kemuliaan al-Qur’an dan untuk mendapatkan ganjaran pahala yang besar.

Adab-Adab DalamMembaca Alqur'an

Berikut ini uraian tentang bagaimana adab atau etika dalam membaca al-Qur’an. Para Ulama’ bersepakat mengenai beberapa adab atau etika dalam membaca al-Qur’an. Kesepakatan-kesepakatan para Ulama’ tersebut antara lain:

1. Sebelum membaca al-Qur’an disunahkan untuk berwudu, karena membaca al-Qur’an adalah paling utamanya berzikir, seperti hadith nabi yang artinya: “Makruh berzikir kepada Allah kecuali dalam keadaan suci”. Dan seperti keterangan yang sudah ditetapkan dalam hadith lain: “Disunahkan membaca al-Qur’an di tempat yang bersih, dan yang lebih utama adalah di dalam masjid, dan dimakruhkan membaca al-Qur’an di kamar mandi dan jalan”. 

2. Disunahkan duduk dengan hormat, tenang dan menghadirkan hati serta khusuk.

3. Disunahkan untuk bersiwak, imam Ibnu Majah ra meriwayatkan hadith mauquf dari Ali ra., “Bersihkanlah mulut-mulut kalian dengan siwak karena sungguh mulut merupakan jalan keluarnya al-Qur’an”.

4. Disunahkan mendengarkan bacaan al-Qur’an dan meninggalkan canda tawa dan bicara saat membaca. Sebagaimana Allah berfirman:

وَاذَا قُرِئَ القُرْآنَ فَاسْتَمِعُوا لَهُ وَأنْصِتُوا لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ 

“Apabila dibacakan al-Qur’an, maka dengarkanlah baik-baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat”. 

5. Disunahkan melakukan sujud tilawah ketika membaca ayat-ayat sajdah.
Imam Nawawi berkata: “Waktu yang paling utama untuk membaca al-Qur’an ialah ketika shalat, kemudian waktu malam, kemudian setengah malam yang akhir , dan paling utamanya waktu siang ialah setelah subuh”. Hendaknya memilih waktu untuk mengawali membaca al-Qur’an pada malam hari jumat, kemudian mengkhatamkan pada malam hari kamis. Diriwayatkan dari Ibnu Abi Dawud dari Usman bin Affan ra., “Sesungguhnya sahabat Usman bin Affan melakukan hal seperti itu, dan waktu yang paling utama untuk mengkhatamkan al-Qur’an adalah ketika awal siang  dan awal malam”. 

6. Disunahkan untuk berpuasa ketika mengkhatamkan al-Qur’an. Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Dawud dari sekelompok tabiin “Dan hendaknya menghadirkan seluruh anggota keluarga beserta kerabat ketika mengkhatamkan al-Qur’an”, riwayat yang di keluarkan Imam At-Thabrani menyebutkan dari Anas bin Malik ra.,: “Sesungguhnya Anas bin Malik ra., ketika mengkhatamkan al-Qur’an, beliau menghadirkan anggota keluarganya untuk berdoa” . 

7. Disunahkan membaca takbir ketika sampai pada surat ad-Duha sampai akhir surat dalam al-Qur’an. Imam al-Baihaqi di dalam kitab As-Syu’ab dan begitu pula imam Ibnu Khuzaimah meriwayatkan dari jalur Ibnu Abi Bazzah, aku mendengar Ikrimah bin sulaiman berkata; “Aku membaca (Al-Qur’an) kepada Ismail bin Abdillah al-Makki, ketika aku sampai surat ad-Duha, beliau (Ismail) mengatakan: Bacalah takbir sampai engkau mengkhatamkan al-Qur’an, sungguh aku (juga pernah) membaca (al-Qur’an) di hadapan Abdullah bin Katsir, beliau juga memerintahkanku hal itu (membaca takbir sampai khatam) dan beliau berkata: “Aku dulu membaca di hadapan Mujahid, beliau memerintahkanku hal tersebut, dan mujahid mengabarkan pula bahwa ia juga membaca di hadapan Ibnu Abbas, Ibnu Abbas pun memerintahkan hal itu. Ibnu Abbas mengabarkan bahwa ia membaca di hadapan Ubay bin Ka’ab lalu ia memerintahkan hal itu, begitulah hadits tersebut diriwayatkan secara mauquf”.

8. Ketika sudah mengkhatamkan al-Qur’an disunahkan untuk bersegera memulai membaca al-Qur’an dan mengkhatamkan lagi,
Imam Ad-Daromi mengeluarkan hadits dengan sanad hasan, dari Ibnu Abbas dari Ubay bin Ka’ab ra., “Sesungguhnya nabi ketika membaca surat قُلْ اعُوْذُ بِرَبِّ النَّاسْ (An-Nas) maka membukanya dengan hamdalah, kemudian membaca surat al-Baqarah sampai ayat وَأُلئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ, kemudian membaca doa khatmil qur’an, kemudian beliau berdiri”.

Hal-hal yang dimakruhkan ketika membaca al-Qur’an antara lain:
1. Dimakruhkan untuk memotong bacaan untuk berbicara dengan orang lain. Al-Halimi berkata: “Karena kalam Allah itu tidak boleh dikalahkan oleh pembicaraan yang lainnya”. Ini dikuatkan oleh Imam Baihaqi dengan riwayat yang shohih “Ibnu Umar jika membaca al-Qur’an dia tidak berbicara sampai selesai”. Demikian juga makruh untuk tertawa dan melakukan perbuatan atau memandang hal-hal yang remeh dan sia-sia.

2. Tidak boleh membaca al-Qur’an dengan bahasa ‘Ajam (selain bahasa Arab) secara mutlak, baik dia mampu berbahasa Arab atau tidak, baik di waktu shalat atau di luar shalat, tetapi menurut Imam Abu Hanifah diperbolehkan secara mutlaq. 

3. Tidak diperbolehkan membaca al-Qur’an dengan qiro’ah yang syad, Ibnu Abdil Barr meriwayatkan ijma’ tentang hal itu.

4. Dimakruhkan untuk menjadikan al-Qur’an sebagai sumber rizki (ma’isyah) Al-Ajuzi meriwayatkan sebuah hadits dari Imron bin Husain ra., secara marfu’ “Barangsiapa membaca al-Qur’an maka hendaklah dia minta kepada Allah dengannya, sesungguhnya akan datang suatu kaum yang membaca al-Qur’an dan meminta kepada manusia dengannya”.

5. Dimakruhkan untuk mengatakan “Aku lupa ayat ini” tetapi aku dilupakan tentang ayat ini, karena ada hadits dari Imam Bukhari dan Muslim yang melarang tentang hal itu.  Melupakan ayat al-Qur’an adalah dosa besar, diriwayatkan oleh Abi Dawud dari Anas ra., berkata: Rosulullah SAW bersabda: “Telah diperlihatkan kepadaku semua pahala amalan umatku hingga kotoran yang dikeluarkannya dari masjid. Aku juga telah ditunjukkan dosa-dosa umatku, maka aku tidak melihat dosa yang lebih besar dari orang yang mengetahui ayat atau surat al-Qur’an kemudian melupakannya”.

Disunahkan membaca Taawud sebelum membaca al-Qur’an, karena taawud merupakan lafadh yang berisi doa memohon perlindungan kepada Allah dari godaan setan dan jin bagi orang yang akan melakukan suatu pekerjaan. Firman Allah:  بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم فَإِذَا قَرَأتُ القُرْآنَ فَاسْتَعِذ “Apabila engkau membaca al-Qur’an maka berlindunglah kepada Allah dari setan yang terkutuk”. Maksud dari ayat tersebut adalah ketika kamu ingin membaca al-Qur’an. Menurut imam an-Nawawi, kalimat taawud yang dipilih adalah أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم. Dan dari kalangan jamaah salaf menambahi dengan kalimat السَّمِيْعُ العَلِيْمِ. Dan lafadh yang lain yaitu أَعُوْذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْم إنَّ اللهَ هُوَ السَّمِيْعُ العَلِيْمِ. Hendaknya mengucapkan kalimat basmalah di awal surat kecuali surat al-Taubah karena kebanyakan para ulama menganggap basmalah adalah termasuk ayat.

Disunahkan membaca al-Qur’an dengan tartil, tartil artinya melafadkan huruf-huruf al-Qur’an dengan jelas, bunyi hurufnya, Panjang dan pendeknya, ibtida dan waqafnya, ghunnah dan sukunnya sesuai dengan pedoman ilmu tajwid.  Dalam kitab shahih Bukhari terdapat hadits dari Anas ra., sesungguhnya beliau bertanya tentang bacaannya Rosulullah SAW. Kemudian nabi menjawab: adakalanya panjang kemudian berkata Bismillahirrohmanirrohim dengan memanjangkan lafadh Allah, al-Rahman dan al-Rahim. 

Disunahkan menghayati dan memahami isi al-Qur’an artinya memperhatikan dengan mengonsentrasikan pikiran pada bacaan itu ketika membacanya. Memperhatikan bacaan al-Qur’an diperintahkan oleh Allah, artinya: “Maka apakah mereka tidak memperhatikan al-Qur’an?” 

Menghayati bacaan al-Qur’an dapat diketahui dengan cara merasakan lewat getaran hati ketika dibacanya, dan menambah kualitas iman seseorang dan juga dapat membuka tabir yang menghalangi masuknya kesadarannya jiwa untuk memperdalam isi kandungannya. Imam Muslim meriwayatkan hadits dari Khudzaifah ra., berkata: saya shalat Bersama Nabi SAW. Pada malam hari kemudian nabi membaca surat al-Baqarah kemudian an-Nisa’, kemudian ali imron, dan semua itu dibaca secara tartil. 

Imam Ahmad dan Abu dawud meriwayatkan hadits dari Ibnu Abbas ra., sesungguhnya nabi SAW. Ketika membaca surat sabbihis marabbikal a’la  maka beliau membaca kalimat subhana robbiyal a’la. Imam Abu dawud juga meriwayatkan hadits dari Wail bin Hujjar ra., saya mendengar rasulullah membaca waladlalliin kemudian beliau mengucapkan aamiin dan memanjangkan suaranya.  Al-Tabrani mengeluarkan hadits dengan lafadh aamiin dengan dibaca tiga kali, sedangkan imam Baihaqi mengeluarkan hadits dengan lafadh rabbighfirlii aamiin. 

Disunahkan menangis ketika membaca dan mendengarkan bacaan al-Qur’an dengan mencucurkan air mata akibat dari bacaan yang menyentuh jiwanya. Menangis ketika mendengarkannya disebabkan karena mengetahui kebenaran isi-isi kandungan al-Qur’an setelah mereka ketahuinya, dalam kitab musnad Abi ya’la terdapat hadits, artinya “Bacalah al-Qur’an dengan sedih, karena sesungguhnya turunnya al-Qur’an itu dengan kesedihan”. Dari al-Thabrani yang artinya: “Paling bagusnya manusia dalam membaca al-Qur’an yakni ketika membacanya dengan sedih”.

Hasil dari menangis ketika membaca al-Qur’an mengakibatkan lentur atau lemahnya hati seseorang. Ini dapat mendorong kesadaran baru sehingga muncul kesadaran untuk membacanya dengan berulang-ulang sehingga menjadikan nilai hiburan yang menyenangkan dirinya.

Memperindah bacaan al-Qur’an juga disunahkan, memperindah bacaan artinya menghiasi bacaan-bacaan al-Qur’an dengan suara yang indah dengan menyesuaikan bunyi huruf dan panjang pendeknya sesuai dengan kaidah ilmu tajwid. Memperindah bacaan al-Qur’an diperintahkan oleh nabi SAW seperti hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Habban, artinya: “Hiaslah suara-suaramu dengan bacaan al-Qur’an”. Dalam riwayat ad-Darami: “Hiasilah al-Qur’an dengan suara-suaramu, karena paling bagusnya suara yaitu suara bacaan al-Qur’an”.

Disunahkan mengeraskan bacaan al-Qur’an yaitu melafalkan huruf-huruf dari ayat-ayat al-Qur’an dengan suara yang lantang, tidak ada suara yang samar atau ragu-ragu bagi orang yang membacanya, sehingga dapat didengarkan dengan jelas.

Sumber Rujukan:
  • Al-Maliki, Muhammad bin Alwi. Qawaid al-Asasiyyah fi ‘ulum al-Qur’an, Makkah: As-Sofwah, 1419 H
  • Al-Suyuthi, Jalal al-Din abd al-Rahman, Al-Itqon fi ‘Ulum al-Qur’an, Beirut: Dar Al-Kitab Al-‘Ilmiyah, 2018 M
Abd Hamid Majid

Seorang Mahasiswa Universitas di Jawa Timur, Indonesia

Post a Comment

Previous Post Next Post