
1. Mudraj matan
2. Mudraj sanad
Mudraj dalam matan ialah sebagian perawi menambahkan redaksi pada sebuah matan hadis dengan syarat perawi tidak menjelaskan bahwa apa disisipkan itu bukan bagian hadis, seperti hadis riwayat ‘Aisyah ra., “Nabi berkhalwat dalam gua hira yaitu beribadah pada beberapa malam” ucapan Nabi ¬al-Ta’abbud itu mudraj (disispkan dalam hadis).
Mudraj dalam sanad itu ada beberapa macam diantaranya:
1. Jika ada hadis yang seorang perawinya meriwayatkan hadis secara sempurna dengan sanad-sanadnya, kecuali satu arah sanad saja. Padahal satu arah sanad tersebut diriwayatkan dengan sanad lain, lalu perawi lain meriwayatkan hadis tersebut secara sempurna darinya dengan sanad pertama. Dan perawi tidak menyebutkan sanad pucuknya hadis. Seperti contoh hadisnya Wail bi Hujr yang menyifati sholatnya sahabat Rasul SAW dan di dalam akhir hadisnya : ”Sesungguhnya sahabat datang pada masa paceklik maka sahabat melihat sahabat lainya mengangkat tangannya dari bawah pakaiannya”. Tambahan ini dengan sanad lain dari Asim bin Kulaib.
2. Seorang perawi yang meriwayatkan dua hadis berbeda dengan dua sanad lalu perawi lain meriwayatkan kedua hadis itu darinya dengan salah satu sanad saja atau perawi lain tersebut meriwayatkan salah satu hadis dengan sanad khusus dan menambahi matan lain di dalamnya, di mana matan itu bukan merupakan sanad dari hadis tersebut. Seperti hadis riwayat Anas ra., “Janganlah kalian saling bermarah-marahan dan janganlah membuat hasud dan jangan bersingkuran dan jangan saling bersaing” di riwayatkan dari Malik ra., sesungguhnya redaksinya Malik ialah Wala tanafasu. Dari hadis lain ialah hadis riwayat Abu Hurairah, kemudian Said bin Abi Maryan menyisipkan pada riwayat Malik.
3. Seorang perawi meriwayatkan sabuah hadis dari sekelompok perawi dengan sanad yang bermacam-macam kemudian dijadikan satu kemudian diriwayatkan dari satu jalur saja tanpa menjelaskan perbedaannya.
4. Menyampaikan sanad kemudian menyampaikan suatu yang baru dalam penyebutan matannya, artinya menyebutkan sebuah redaksi lain. Akibatnya, orang yang mendengarkan itu mengira bahwa ungkapan yang di jelaskan tadi adalah hadis sebagaimana yang ia dengar seperti contoh si Syarik yang menyampaikan sebuah hadis dia mendiktekan sebuah hadis agar orang yang menerimanya itu menulisnya sehingga disitu masuklah Tsabit bin Musa Al Zahid Al-Qadli kemudian Syarik mengatakan barangsiapa yang banyak melakukan sholat malam maka wajahnya akan indah di waktu siang. Sehingga Tsabit mengira bahwasanya itu adalah sebuah hadis dan Tsabit kemudian menyampaikan apa adanya.
Hadis Idraj diketahui dengan adanya pengakuan perawi dan di tandai dengan riwayat lain, atau dengan cara penelitian para Imam, atau sisipan itu muncul terpisah dengan riwayat lain, atau redaksi itu mustahil muncul dari Nabi seperti contoh dalam kitab Bukhari riwayat dari Abu Hurairah (Marfu’) bahwasanya: “Seorang hamba yang salih mendapatkan dua pahala, kemudian beliau bersumpah demi diriku seandainya tidak ada jihad di jalan Allah, haji dan berbakti kepada orang tua sungguh aku lebih senang mati sebagai seorang budak. Redaksi ini dinyatakan tidak pantas keluar dari ucapan Rasulullah SAW.
Haram menyisipkan hadis selain menafsiri lafadh yang gharib atau sulit (membutuhkan penjelasan). Kitab yang memuat hadis Idraj ialah Al-Fasl li al-Wushul al-Mudraj fi al-Naqli.