Apa itu Hadis?
Hadis adalah salah satu sumber hukum dalam Islam. Hadis juga merupakan sumber hukum kedua setelah al-Qur’an, keberadaan hadis dalam masyarakat sangatlah penting tatkala dalam al-Qur’an tidak memberikan penjelasan yang detail mengenai suatu permasalahan. Urgensinya semakin nyata melalui fungsi-fungsi yang dijalankannya sebagai penjelas dan penafsir al-Qur’an, bahkan sebagai penetap hukum sebagaimana al-Qur’an sendiri.
Tidak semua ayat al-Qur’an dapat di pahami secara tekstual, al-Qur’an dan hadis mempunyai hubungan yang sangat erat dimana keduanya tidak bisa dipisahkan meskipun ditinjau dari segi penggunaan hukum syariat. Jika umat islam mempunyai pengetahuan yang sedikit tentang hadis, maka akan sangat sulit bagi mereka untuk menelaah dan memahami ayat-ayat al-Qur’an.
Al-Hadits secara etimologi adalah lawan kata dari al-Qadim (dahulu). Dalam al-Qur’an kata hadis yang dalam bahasa arabnya dikenal dengan sebutan al-Hadits, di temukan sebanyak 23 kali dalam bentuk mufrad atau tunggal, dan lima kali dalam bentuk jamak.
Secara terminologi al-Hadits adalah:
ما اضيف للنبي قولا او فعلا وتقريرا ونحوها حكوا
“Segala sesuatu yang disandarkan pada Nabi Muhammad SAW baik berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, maupun sifat beliau."
Definisi di atas mengandung empat unsur yaitu perkataan, perbuatan, persetujuan dan sifat. Semuanya disandarkan kepada beliau saja, tidak termasuk yang disandarkan kepada sahabat maupun tabiin.
Sebagian ulama hadis berpendapat bahwa pengertian hadis di atas merupakan pengertian yang sempit. Menurut mereka, hadis mempunyai cakupan yang lebih luas, tidak hanya terbatas pada apa yang disandarkan kepada nabi saja (hadis marfu’), tetapi termasuk juga di dalamnya segala yang disandarkan kepada sahabat (hadis mauquf), dan yang disandarkan kepada tabiin (hadis maqtu’).
Dikalangan ulama hadis ada yang berpendapat bahwa al-Hadits merupakan sinonim kata al-Sunnah, namun pada umumnya digunakan untuk istilah segala sesuatu yang diriwayatkan dari Rasulullah setelah beliau diangkat menjadi rasul. Sebagian ulama berpendapat bahwa hadis hanya sebatas pada ucapan dan perbuatan nabi saja. Sedangkan persetujuan dan sifat-sifatnya tidak termasuk hadis, karena keduanya merupakan ucapan dan perbuatan sahabat.
Menyikapi pendapat tersebut penulis berpendapat bahwa definisi hadis itu sangat luas sehingga menimbulkan berbagai macam perbedaan pendapat, karena menurut sebagian ulama hadis mempunyai pengertian yang lebih luas, yang tidak hanya terbatas pada sesuatu yang disandarkan pada nabi, akan tetapi semua yang disandarkan pada sahabat dan tabiin juga termasuk hadis.
Imam Taqiyyuddin ibn Taimiyah mengemukakan definisi yang lebih sempit lagi dengan batasan bahwa hadis tersebut adalah:
ما حدث به عنه صلى الله عليه وسلم بعد النبوة من قوله وفعله وإقراره
“Seluruh yang diriwayatkan dari Rasul sesudah kenabian beliau, yang terdiri atas perkataan, perbuatan, dan ikrar beliau.”
Dengan definisi di atas Ibn Taimiyah memberikan batasan, bahwa yang dinyatakan sebagai hadis adalah sesuatu yang disandarkan kepada Rasul SAW sesudah beliau diangkat menjadi Rasul, yang terdiri atas perkataan, perbuatan, dan taqrir. Dengan demikian, maka sesuatu yang disandarkan kepada beliau sebelum beliau diangkat menjadi Rasul bukanlah hadis.
Menurut ulama Ushul Fiqh, yang dimaksud dengan hadis adalah apa yang merekla sebut dengan sunnah qauliyah, yaitu:
أقوال الرسول صلى الله عليه وسلم مما يصلح ان يكون دليلا لحكم شرعي
“Seluruh perkataan Rasul SAW yang pantas untuk dijadikan dalil dalam penetapan hukum syara’.”
Dalam pandangan mereka, al-Sunnah lebih umum dari pada hadis. Pengertian mereka tentang al-Sunnah adalah meliputi perkataan, perbuatan dan taqrir (pengakuan atau persetujuan) Rasul SAW yang dapat dijadikan dalil dalam merumuskan hukum syara’. Dalam pandangan para ahli Ushul Fiqh tentang al-Sunnah di atas terlihat bahwa ada persamaan antara pengertian al-Sunnah menurut definisi mereka dengan al-Hadits dalam pengertian ulama hadis, kecuali ulama Ushul Fiqh menekannya dari segi fungsinya sebagai dalil hukum syara’. Istilah hadis juga disinonimkan dengan sunnah, khabar, dan atsar. Jadi bisa dikatakan al-Hadits lebih umum dari pada al-Sunnah, sunnah termasuk hadis akan tetapi tidak semua hadis adalah sunnah. Hadis atau sunnah juga mempunyai kedudukan dan fungsi yang lain selain sebagai penjelas al-Qur’an, maka dari itu kita akan membahas apa saja fungsi hadis terhadap al-Qur’an.
Lanjut Bagian II....
Lanjut Bagian II....