Mujahadah adalah suatu upaya sungguh-sungguh dalam memerangi hawa nafsu serta segala macam sifat ambisi pribadi supaya jiwa menjadi suci dan bersih sehingga ia berhak memperoleh berbagai pengetahuan yang hakiki tentang Allah dan kebesarannya.
Ujung dari keberhasilan mujahadah adalah munculnya kebiasaan dari seseorang untuk menghiasi dirinya dengan berdzikir kepada Allah sebagai cara untuk membersihkan hatinya dan sebagai cara untuk mencapai maqam musyahadah.
Pengertian Mujahadah
Kata mujahadah berarti perjuangan atau jihad. Kata tersebut berasal dari bahasa Arab yaitu jahada – yujahidu yang memiliki arti mengerahkan segala kemampuan. Dalam ilmu tasawuf, mujahadah diartikan sebagai perjuangan seorang hamba dalam melawan hawa nafsu yang bertujuan untuk memperoleh kedekatan dengan sang pencipta.
Al-Ghazali dalam kitab ihya’ ulum al-Din menjelaskan bahwa mujahadah adalah usaha sungguh-sungguh untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, dengan kata lain bahwa seorang yang bermujahadah maka dia akan bertanggung jawab atas dirinya dan melihat bahwa dia telah melakukan dosa, maka dia harus menghukum dirinya.
Syarat mujahadah mestilah seorang yang ikhlas dan bersungguh-sungguh karena Allah SWT dan bukan karena sebab lain. Mujahadah adalah proses perjalanan rohani manusia menuju Allah sebagai proses, mujahadah memiliki beberapa pilar sebagai tempat berdiri dan tegaknya proses perjalanan tersebut.
Apabila menginginkan mujahadah yang sempurna, maka hendaknya seseorang harus melaksanakannya dengan tata cara yang baik secara lahiriah atau pun bathiniah. Orang yang sedang melaksanakan dzikir misalnya mujahadah dianjurkan dalam keadaan yang suci, jika duduk hendaklah menghadap ke arah kiblat dan penuh dengan sikap yang khusyu’, merendahkan diri, dan tenang.
Ayat Mujahadah dalam Al-Qur'an
Mujahadah merupakan sarana untuk memperoleh hidayah ruhani agar manusia sanggup melakukan perjalanan menuju Allah dan keridhaannya. Mujahadah mengantarkan seorang kepada hidayah, hidayah mengantarkan kepada takwa. Hanya saja semua itu tidak dapat sempurna tanpa taufik dan pertolongan Allah SWT.
Di dalam al-Qur’an banyak ayat yang mengisyaratkan perlunya bermujahadah dalam mengendalikan hawa nafsunya, antara lain tertera dalam surat Yusuf ayat 53 yang berbunyi:
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha pengampun lagi Maha penyayang”. (Q.S. Yusuf [12]: 53).
Ayat di atas menjelaskan bahwa jahatnya nafsu karena nafsu senantiasa membawa kepada keburukan, kecuali nafsu yang dirahmati Allah SWT, yaitu nafsu muthmainnah (nafsu yang tentram). Ayat yang berkaitan dengan mujahadah lainnya adalah firman Allah surat al-Ankabut ayat 69:
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami, benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik” (Q.S. Al-Ankabut [29]: 69).
Kata jihad dalam ayat tersebut mengandung makna pengertian bersungguh-sungguh melaksanakannya, dengan ketabahan dan kesabaran untuk mendapatkan ridha Allah SWT dijalannya.
Al-Sa’di dalam tafsirnya Taisir al-Karim al-Rahman fi Tafsir Kalam al-Manan menyebutkan bahwa وَٱلَّذِينَ جَٰهَدُوا۟ فِينَا (Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) kami) yaitu mereka yang berhijrah fi sabilillah dan melawan musuh-musuh mereka serta mengorbankan segenap kemampuan mereka dalam rangka mencari keridhaannya.
لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا (benar-benar akan kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan kami) maksudnya, jalan-jalan yang dapat mengantarkan mereka kepada kami. وَإِنَّ ٱللَّهَ لَمَعَ ٱلْمُحْسِنِينَ (Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik) yang dimaksud berbuat baik di sini adalah memberikan pertolongan, kemenangan, dan hidayah.
Hal ini menunjukkan bahwa manusia yang paling mungkin mendapatkan kebenaran adalah para pejuang (mujahid), dan siapa saja yang berbuat ihsan di dalam mengerjakan apa yang diperintahkan kepadanya, niscaya dia ditolong oleh Allah dan dimudahkan baginya segala sebab yang dapat mengantarnya kepada hidayah.
Bahwa siapa saja yang bersungguh-sungguh dan berijtihad dalam menuntut ilmu syar’i, maka dari hidayah dan pertolongan itu ia akan memperoleh perkara-perkara ilahi yang berada di luar jangkauan kemampuan kesungguhannya, masalah ilmu dijadikan mudah baginya. Karena sesungguhnya mencari ilmu syar’i itu termasuk jihad fi sabillillah, bahkan ia merupakan salah satu dari dua bentuk jihad yang tidak akan mampu melakukannya kecuali manusia-manusia pilihan.
Ia merupakan jihad dengan perkataan dan lisan terhadap orang-orang kafir dan orang-orang munafik, dan jihad dalam rangka mengajarkan permasalahan agama, dan dalam rangka mengembalikan pertikaian orang-orang yang berselisih kepada yang benar, sekalipun mereka adalah orang-orang Muslim.
Ayat lain yang menjelaskan mengenai konteks mujahadah adalah surat al-Muzammil ayat 8:
“Sebutlah nama tuhanmu, dan beribadahlah kepadanya dengan penuh ketekunan” (Q.S. Al-Muzammil [73]: 8).
Wahbah Zuhaili menyebutkan bahwa yang dimaksud beribadah dengan penuh ketekunan adalah berlama-lama dalam berdzikir kepada Allah SWT dengan bertasbih, bertahmid, bertahlil dan berdoa serta menyibukkan diri dalam beribadah dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Ibnu Katsir juga berpendapat bahwa yang dimaksud dengan beribadah dengan penuh ketekunan adalah memperbanyak dzikir, berkonsentrasi dalam berdzikir, serta bersungguh-sungguh dalam berdzikir jika telah sudah selesai dari kesibukan dan selesai dalam urusan memenuhi kebutuhan dunia, sebagaimana yang Allah firmankan dalam surat al-Insyirah ayat 7 yaitu:
“Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain”. (Q.S. Al-Insyirah [94]: 7).
Maksudnya, jika engkau sudah selesai dari berbagai kesibukanmu, maka berkonsentrasilah untuk mentaati dan beribadah kepada-Nya agar hatimu benar-benar konsentrasi.
Dalam surat al-Muzammil ayat 8 Nabi SAW diperintah Allah SWT untuk mendekatkan diri kepada Allah di waktu malam karena malam adalah waktu yang tepat dan lebih sesuai untuk maksud tersebut karena keheningannya, sedang siang adalah waktu kesibukan.
Namun itu bukan berarti bahwa di siang hari boleh melupakan Allah. Tidak, ayat di atas memerintahkan bahwa “ingatlah” dan sebutlah selalu “nama Tuhanmu dan beribadahlah kepadanya secara penuh ketekunan”. Itu disebabkan karena Allah adalah Tuhan pemilik, pemelihara dan pengelola arah timur dan barat yakni alam semesta, tiada Tuhan yang mengendalikan alam raya dan berhak disembah selain dia.
Kata (تَبَتَّلْ) tabattal demikian juga kata (تبتيل) tabtilan terambil dari kata (بتل) batala yang berarti memotong/memutus. seseorang yang memusatkan perhatian serta usahanya kepada sesuatu berarti memutuskan hubungannya dengan segala sesuatu yang tidak berkaitan dengan pusat perhatiannya itu. Orang yang demikian itu dinamai batul. Dalam ayat ini terdapat pesan agar setiap orang hendaknya selalu menghubungkan diri dengan Allah walaupun dalam aktivitas duniawi.
Sedangkan menurut Hamka, makna yang terkandung dalam ayat 8 yang artinya “dan sebutlah nama Tuhanmu” وَٱذْكُرِ artinya ialah sebut dan ingat. Diingat dalam hati lalu dibaca dengan lidah sesuai dengan nama-nama Allah yang dikenal dengan nama “Asmaul Husna” berarti nama-nama yang indah.
Tidak hanya ayat al-Qur’an yang menerangkan mujahadah tetapi banyak juga hadis nabi yang membahas mengenai mujahadah diantaranya:
“Orang yang berjihad (bermujahadah) adalah orang yang memerangi nafsunya dalam (pendekatan dirinya kepada) Allah” (H.R. Al-Tirmidzi, Al-Thabrani, Ibnu Hibban dan Al-Hakim dari Fadlolah bin ‘Ubaid)
Dalam kitab Ihya’ Ulum al-Din karya al-Ghazali juga terdapat keterangan bahwasannya mujahadah adalah kunci (pintu) hidayah, tidak ada kunci hidayah selain mujahadah.
Dari beberapa ayat dan hadis di atas tadi jelas bahwa mujahadah adalah memerangi nafsu amarah dan memberi beban kepadanya adalah melawan musuh-musuh Allah.
Dan secara hakikat mujahadah adalah melalukan sesuatu yang berat baginya yang sesuai dengan aturan syara’. Sebagian ulama’ mengatakan bahwa mujahadah adalah tidak menuruti kehendak nafsu dan ada lagi yang mengatakan mujahadah adalah menahan nafsu dan kesenangannya. Wallahu A'lam