Jodoh ialah sebuah perkara yang tidak diketahui oleh siapa pun kecuali Allah SWT. Banyak orang yang menjalin hubungan tetapi pada akhirnya justru kandas di tengah jalan. Beberapa orang juga berharap kriteria jodoh yang ideal, ingin yang tampan, cantik, baik dan lain-lain tetapi pada akhirnya mendapat jodoh yang bertolak belakang.
Banyak yang tidak menyadari bahwa ketentuan berpasangan pada manusia tidak hanya dalam kehidupan saja. Mereka, di kehidupan akhirat yang diyakini sebagai masa kehidupan setelah kehidupan dunia dan merupakan tujuan akhir kehidupan. Dengan demikian pasangan hidup merupakan penyatuan dua insan yang berbeda dengan orientasi dunia dan akhirat.
Agama berperan sebagai prinsip yang memberikan keadilan dan kemaslahatan bagi kedua pasangan. Ajaran agama tidak hanya dipandang secara ceremonial belaka, namun mesti dipahami secara komprehensif dan diamalkan oleh keduanya, baik mulai dari memilih pasangan hingga taraf pernikahan.
Tafsir Surat al-Nur ayat 26
Terlepas dari berbagai ekspektasi tentang jodoh atau pasangan yang diidam-idamkan, sejatinya diri kita sendiri yang menjadi gambaran. Lalu bagaimana sesungguhnya al-Qur’an menjelaskan tentang jodoh sebagai gambaran diri Allah SWT berfirman:
“Wanita-wanita yang keji adalah untuk laki-laki yang keji, dan laki-laki yang keji adalah buat wanita-wanita yang keji (pula), dan wanita-wanita yang baik adalah untuk laki-laki yang baik dan laki-laki yang baik adalah untuk wanita-wanita yang baik (pula). Mereka (yang dituduh) itu bersih dari apa yang dituduhkan oleh mereka (yang menuduh itu). Bagi mereka ampunan dan rezeki yang mulia (surga).” (Q.S. Al-Nur [24]: 26)
Al-Thabrani meriwayatkan dengan sanad yang para perawinya yang tsiqah dari Abdurrahman bin Zaid bin Aslam bahwa ayat ini turun tentang 'Aisyah yang merupakan istri Nabi ketika difitnah orang munafik, lalu Allah menyatakan kebersihannya dari tuduhan itu.
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa ayat ini untuk menyatakan tentang kesucian 'Aisyah ra yang merupakan istri Nabi SAW dari tuduhan keji yang tersiar bahwa 'Aisyah berselingkuh dengan Sufyan bin Muatthal sehingga Allah membersihkan tuduhan mereka. Karena tidak mungkin seorang 'Aisyah yang merupakan istri Nabi yang sangat mulia melakukan perbuatan keji, sehingga turunlah ayat ini.
Al-Maraghi menjelaskan dalam tafsirnya bahwa ayat ini adalah tujuan Allah untuk menghilangkan keraguan atas kebaikan 'Aisyah. Sudah menjadi sunnah di antara makhluk di dasarkan atas kesamaan akhlak dan sifat suami istri, maka wanita yang baik hanya bagi laki-laki yang baik, dan begitu juga sebaliknya, maka secara akal logika, Rasulullah merupakan seorang yang baik, yang terjaga dari sifat maksiat maka 'Aisyah dapat dikatakan sebagai orang yang baik.
Dalam ayat tersebut Al-Maraghi mengatakan bahwa sudah menjadi tabi’at sesuatu akan menjadi satu jika memiliki kesamaan sifat, dia contohkan dengan gelembung udara yang akan terus bersama dengan kumpulannya karena kesamaannya, dan juga beliau mengatakan bahwa pada hari kiamat nanti akan dikumpulkan orang-orang yang memiliki kesamaan sifat.
Wahbah Az-Zuhaili dalam Tafsir Al-Munir menambahkan bahwa maksud dari kata khabisat dan thayyibat dalam ayat tersebut orang perempuan. Kebiasaan yang terjadi adalah orang-orang yang bejat, nakal, dan amoral biasanya menikah dengan orang yang bejat, nakal, dan amoral juga. Orang yang baik-baik, biasanya menikahi orang yang baik-baik juga.
Ada juga penafsiran bahwa kata khabisat dan thayyibat di atas maksudnya adalah perkataan keji dan perkataan baik. Maka jika dipahami maka kira-kira makna ayat tersebut akan seperti ini; perkataan keji itu hanya untuk laki-laki yang keji dan laki-laki keji itu memang layak mendapatkan perkataan keji. Sedangkan perkataan yang baik itu untuk laki-laki yang baik, dan laki-laki yang baik itu memang layak untuk mendapatkan perkataan yang baik.
Dalam surat al-Nur ayat 26 ini memiliki pertalian dari ayat ketiga, bahwa:
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin”. (Q.S. Al-Nur [24]: 3).
Ayat ini tidak dipahami dengan begitu saja bahwa perempuan yang keji itu tidak boleh dikawini, atau haram dikawini, namun ayat ini bertujuan memberikan penegasan akan buruknya perilaku zina tersebut, karena pada hakikatnya perempuan muslimah yang berzina pun tidak boleh dinikahi oleh orang musyrik yang beda agama.
Gambaran Jodoh adalah Cerminan Diri
Ungkapan "Jodoh adalah cerminan diri" tampaknya sangat rasional. Banyak penelitian juga menyatakan bahwa orang biasanya tertarik pada hal-hal yang familiar, yang juga berlaku untuk urusan asmara. Paparan berulang terhadap kualitas seseorang yang membangkitkan rasa keramahan mengarah pada daya tarik yang lebih besar bagi orang tersebut.
Misalnya, seseorang yang dibesarkan di lingkungan rumah dengan seorang pecandu narkoba lebih mungkin untuk bersama sesama pecandu lainnya. Bukan karena orang selalu menganggapnya menarik, tetapi karena pikiran bawah sadar menganggap perilaku pecandu diketahui.
Sebagaimana dijelaskan dalam ayat di atas bahwa perempuan yang baik akan diperuntukkan untuk laki-laki yang baik, begitu pula sebaliknya. Laksana Sayyidah 'Aisyah yang disandingkan dengan Rasulullah menunjukkan beliau adalah wanita yang baik dan terhormat sehingga pantas menjadi istri (jodoh) Rasulullah SAW.
Demikianlah Allah menggambarkan gambaran jodoh dalam ayat di atas yang akan didapatkan masing-masing orang. Setiap manusia akan dipasangkan dengan manusia lain yang mencerminkan dirinya sendiri. Namun ingat! bahwa jodoh adalah “rahasia Allah” yang tidak diketahui oleh siapa pun. Bisa saja Allah menjodohkan lelaki yang baik dengan wanita yang kurang baik atau sebaliknya dengan tujuan saling melengkapi dan memperbaiki satu sama lain.
Hanya saja secara logis dapat dianalogikan bahwa seseorang akan lebih tertarik dengan orang yang satu frekuensi atau kebiasaan yang sama. Dengan kata lain bahwa ketika seseorang mempunyai kebiasaan yang baik tentu orang yang ditargetnya untuk menjadi pasangan adalah orang yang memiliki kebiasaan hampir bahkan sama dengan kebiasaan dirinya, begitu pula sebaliknya. Wallahu A'lam.