Agama Ditinjau dari Beberapa Definisi Sosiologis

Agama dalam kehidupan individu bekerja sebagai sistem nilai yang mengikuti norma-norma tertentu. Secara umum, standar ini menjadi kerangka acuan untuk perilaku dan berperilaku yang sesuai dengan keyakinan agama. Sebagai suatu sistem nilai-nilai agama memiliki makna khusus dalam kehidupan individu dan dilestarikan sebagai bentuk tanda pembeda. Betapa pentingnya agama dalam kehidupan manusia karena agama bukan hanya sekedar sistem kepercayaan dan peribadatan, tetapi agama juga merupakan sistem nilai yang menjadi acuan dan pijakan dalam kehidupan.

Secara etimologis, kata agama berasal dari bahasa Sansekerta yang memiliki beberapa arti. Makna pertama adalah bahwa agama berasal dari kata a (tidak) dan gam (kacau). Agama bukan berarti kekacauan. Arti kedua adalah bahwa a (tidak) dan gam (pergi) adalah Agama berarti tidak meninggalkan, tinggal di tempat, berpindah dari generasi ke generasi. Yang lain mengatakan bahwa agama berarti kitab suci karena agama pada umumnya memiliki kitab suci. 

Secara terminologi, agama juga memiliki banyak definisi, termasuk agama dalam bahasa Semit berarti hukum atau ketetapan. Dalam bahasa Arab, kata din berarti menguasai, patuh, utang, balasan, dan kebiasaan. al-Din juga berarti Syariah, nama aturan dan hukum yang ditentukan.

Di tengah kesulitan mendefinisikan agama muncul skeptisisme untuk mendefinisikan agama. Nadel mengatakan bahwa setiap bentuk definisi apapun akan mengandung di dalam dirinya ketidakpastian. Di pihak lain, tanpa definisi atau tanpa memberi batasan apa yang agama dan bukan agama kita akan sulit membuat studi tentang agama karena kita tidak akan tahu apakah yang kita pelajari itu adalah agama atau tidak. Berikut ini adalah beberapa definisi mengenai agama:
  • Definisi Substantif

    Definisi ini berasal dari Edward Tylor, dia menyebutnya sebagai definisi yang paling minimum tentang agama. Tylor mendefinisikan agama sebagai “kepercayaan terhadap wujud-wujud spiritual”. Definisi ini menuai banyak kritikan karena definisi ini cenderung berkaitan dengan ritus-ritus atau upacara-upacara ketimbang kepercayaan.

    Keuntungan paling besar dari definisi substantif tentang agama adalah bahwa definisi itu lebih bersifat spesifik dibandingkan dengan definisi fungsional. Definisi substantif pada umumnya lebih eksplisit atau tidak berbelit-belit di dalam uraiannya tentang isi dari agama

  • Definisi Fungsional

    Jika definisi substantif bertanya tentang apa isi, konten, atau substansi dari agama, maka definisi fungsional bertanya tentang apa yang dilakukan oleh agama baik untuk individu maupun masyarakat. Definisi fungsional tentang agama adalah agama sebagai simbol yang berfungsi untuk menentramkan suasana hati dan memberikan motivasi yang kuat dan tahan lama di dalam kehidupan manusia dengan menetapkan konsep-konsep atau merumuskan kepercayaan tentang tatanan umum eksistensi dan membungkus konsep atau kepercayaan itu seolah-olah sebagai sesuatu yang riil atau merupakan fakta sehingga suasana batin dan motivasi yang tercipta pun menjadi riil.

    Pada dasarnya definisi fungsional lebih luas cakupannya dari pada definisi substantif dan keuntungan dari definisi fungsional ialah bahwa definisi fungsional cenderung lebih baik dari pada definisi substantif dalam meneliti fenomena agama yang lintas budaya dan aspek-aspek yang berbeda-beda dari agama.

  • Definisi Deskriptif

    Definisi deskriptif muncul dari pemahaman bahwa tidak ada definisi yang sempurna, baik dari segi isi maupun fungsinya. Definisi deskriptif berusaha menggambarkan atau menggambarkan agama berdasarkan fenomena keagamaan. Salah satu definisi deskriptif agama adalah bahwa agama berkaitan dengan upaya manusia untuk mengukur kedalaman makna keberadaan dirinya dan keberadaan alam semesta. Agama dapat membangkitkan kebahagiaan batin, tetapi pada saat yang sama dapat membangkitkan ketakutan dan kengerian.
Dari beberapa definisi di atas dapat diperjelas bahwa agama merupakan aspek terpenting dalam kehidupan manusia. Agama merupakan fenomena universal karena terjadi pada semua masyarakat dan keberadaannya telah ada sejak zaman prasejarah. Agama juga bisa dibilang suatu ajaran, sistem yang mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia serta lingkungannya.

Ada banyak teori dalam literatur antropologi yang menjelaskan keberadaan dan perkembangan agama. Sebagian besar teori antropologi melihat agama sebagai satu kesatuan (tangible unit) yang tunduk pada perkembangan evolusioner atau bertahap, misalnya agama manusia berevolusi dari animisme, totemisme, dan fetisisme. 

Agama merupakan objek kajian yang banyak mendapat perhatian dari para ilmuwan sosial, khususnya sosiologi, antropologi, psikologi, ekonomi, sejarah, dan politik. Dalam sosiologi, sejarah perkembangan teori sosiologi agama identik dengan sejarah perkembangan sosiologi itu sendiri, agama pada umumnya memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang sulit dijawab dan yang didasarkan pada pengetahuan ilmiah. Agama itu sendiri terdiri dari serangkaian kepercayaan, simbol, dan ritual. Keyakinan ini menyatukan individu dan menjadi pedoman untuk hidup berdampingan. 

Agama, dari sudut pandang sosiologi, adalah visi hidup yang harus diterapkan dalam kehidupan manusia. Keduanya memiliki hubungan yang berpengaruh dan saling ketergantungan antara satu pihak dengan pihak lainnya. Agama juga bersifat sangat personal, sehingga terkadang sulit untuk menganalisis agama dari perspektif sosiologis yang selalu bersifat sosial. Agama adalah individu di satu sisi, tetapi juga sosial di sisi lain.
Abd Hamid Majid

Seorang Mahasiswa Universitas di Jawa Timur, Indonesia

Post a Comment

Previous Post Next Post