Peradaban Islam Rasulullah SAW (Madinah 622-632 M)
Selama 13 tahun hidup di kota Mekkah, Rasulullah saw. Serta para pengikutnya sering mengalami cobaan besar dan siksaan yang sangat pedih, disamping itu hak kemerdekaan mereka dirampas, mereka diusir dan harta benda mereka disita. Siksaan pedih berupa dera cambuk yang sangat meresahkan para sahabat dan kaum muslimin pada umumnya. Badan mereka dipanggang, kabel sejenis serabut diikiatkan pada tubuh mereka karena tidak mau tunduk kepada selain Allah, Itulah tekanan yang sangat dasyat dialami Rasulullah beserta pengikutnya selama menyampaikan dakwah demi tersebarnya risalah tauhid di tengah-tengah kaum kafir Quraisy. Dengan sikap kaum Quraisy yang berkecamuk maka Rasulullah beserta kaum muslimin hijrah untuk menyelamatkan diri serta menyelamatkan agama tauhid, risalah kebenarannya yang sedang berada dalam tanggung jawabnya dengan tujuan untuk mencari temapat yang kondusif untuk selanjutnya menyusun kekuatan baru demi tercapainya kemenangan yang tertunda.
Pengertian HijrahHijrah berasal dari bahasa arab “ هِجْرَة” yang artinya: pindah, menjauhi atau menghindari. Kerasnya sesuatu (الهجر الهجير الهاجرة); berarti tengah hari di waktu panas sangat menyengat (keras). Secara bahasa “Hijrah” itu adalah Menjauhi sesuatu dengan sangat keras karena adanya ketidak setujuaan dan kebencian. Hijrah adalah Pindah, meninggalkan, menjauhi atau berpisah dari sesuatu dengan kebencian, menuju sesutu yang dia sukai atau cintai, bukan pindah atau berpisah biasa biasa saja seperti pindah rumah. Dijauhinya sesuatu tersebut karena sesuatu tersebut mengandung Kekotoran/najis yang tidak disukainya Meninggalkan pindah dari sesuatu tersebut bisa berarti secara fisik (pindah tempat).
Hikmah Dan Teladan Dari Hijrahnya Nabi Muhammad SAW Ke Madinah
Dalam Membangun Masyarakat Madinah Melakukan hijrah (pindah) ke tempat yang dianggap lebih memberi harapan untuk mengembangkan masyarakat Islam yang lebih maju merupakan suatu kemestian yang harus dilakukan. Nabi melakukan Hijrah ke Madinah adalah untuk menyusun kekuatan dan menarik banyak pengikut agar dakwah Islam berjalan sesuai yang diharapkan dan masyarakat Islam semakin kokoh. Dari hijrah ini, Nabi berhasil membangun masyarakat Islam menuju pada kemajuan, kesejahteraan, dan kedamaian, baik di bidang sosial, ekonomi maupun politik. Keberhasilan yang telah dicapai ini memerlukan perjuangan yang panjang dan kadang harus dilakukan dengan cara kekerasan (jihad atau berperang). Dengan demikian, hikmah dan teladan yang dapat diambil dan ditiru dari perjuangan Nabi di Madinah tersebut di antaranya adalah:
1. Ketabahan dalam menerima cobaan
Nabi Muhammad SAW dan para sahabat melakukan hijrah ke Madinah merupakan akibat dari kekejaman kaum kafir Quraisy terhadap kaum Muslimin. Mereka pergi berhijrah dengan meninggalkan segala yang ada di Mekkah, antara lain sanak famili, harta benda dan juga kampung halaman. Rasa berat pada diri kaum Muslimin meninggalkan kampung halaman ternyata sirna oleh keimanan mereka yang kuat dan kecintaan yang tulus terhadap Nabi Muhammad SAW.
Mereka tabah dan ikhlas dalam menerima cobaan ini. Oleh karena itu, apapun keadaannya, situasinya apakah senang atau susah, iman harus senantiasa melekat di hati kita.
2. Cerdas dalam mengambil keputusan
Nabi Muhammad SAW adalah orang yang memiliki kecerdasan yang luar biasa dalam mengambil keputusan dan tindakan.
Usaha-Usaha Nabi Muhammad SAW Dalam Membangun Sistem Politik Di Madinah
Ketika Nabi masih berada di Mekkah, banyak dari penduduk Yatsrib sering melaksanakan Ibadah Haji ke kota Mekkah. Kesempatan ini digunakan oleh Nabi untuk mengajak penduduk Yatsrib yang datang ke Mekkah untuk masuk Islam Akhirnya, setiap orang Yatsrib yang datang ke Mekkah menyatakan masuk Islam. Bahkan, pada tahun 621 M Nabi menemui rombongan haji dari Yatsrib yang berjumlah 12 orang di bukit aqabah dan melakukan perjanjian. Perjanjian ini disebut “Perjanjian Aqabah I” yang isinya:
1. Penduduk Yatsrib akan setia melindungi Nabi
2. Rela berkorban harta dan jiwa
3. Tidak akan menyekutukan Allah
4. Tidak membunuh dan berdusta
5. bersedia membantu menyebarkan Islam
Kemudian Nabi Saw, melakukan usaha usaha berikut dalam membangun system pemerintahan serta politik.
1. Mendirikan Masjid
Masjid yang pertama kali didirikan oleh Nabi di Madinah adalah Masjid Nabawi. Masjid ini dibangun di atas tanah yang dibeli Nabi dari dua orang miskin bernama Sahl bin Amr dan Suhail bin Amr. Pendirian masjid ini dimaksudkan selain sebagai pusat Ibadah dan dakwah Islam, namun juga berperan sebagai tempat bermusyawarah kaum Muslimin, tempat untuk mempersatukan kaum Muslimin, bahkan dijadikan sebagai pusat pemerintahan.
Di salah satu penjuru masjid disediakan tempat tinggal untuk orang-orang miskin yang tidak mempunyai tempat tinggal, mereka dinamai Ahlus-Suffah. Selanjutnya, dimulailah pembangunan jalan raya di sekitar masjid, sehingga lama-kelamaan tempat itu menjadi pusat kota dan pemukiman serta perniagaan. Pesatnya pembangunan di sekitar masjid Nabawi menyebabkan banyak pendatang dari luar Madinah.
2. Mempersaudarakan Kaum Muhajirin dan Anshor
Cara ini dilakukan Nabi untuk mengokohkan persatuan Umat Islam di Madinah. Persaudaraan ini didasarkan atas persaudaraan seagama dan bukan atas dasar kesukuan. Sebagai contoh, Nabi mempersaudarakan Hamzah bin Abdul Muthalib dengan Zaid bekas budaknya, Abu Bakar bersaudara dengan Kharija bin Zaid, dan Umar bin Khattab bersaudara dengan 'Itban bin Malik Al-Khazraji.
Kaum Muhajirin kemudian banyak yang menjadi pedagang dan petani. Di antaranya Abdurrahman bin Auf menjadi pedagang, sedangkan Umar bin Khottob dan Ali bin Abi Tholib menjadi petani.
3. Membuat perjanjian damai antara Kaum Muslimin dan Kaum Yahudi
Perjanjian damai ini dilakukan untuk menciptakan rasa damai dan tenteram bagi masyarakat Madinah, baik yang Muslim atau yang bukan Muslim. Dari sini maka Nabi membuat peraturan-peraturan yang disebut dengan “Piagam Madinah” yang isinya antara lain:
1. Kaum Muslim dan Yahudi akan hidup berdampingan dan bebas menjalankan agamanya masing-masing.
2. Apabila salah satu pihak diperangi musuh, maka yang lain wajib membantu.
3. Apabila terjadi perselisihan antara keduanya, penyelesaian diserahkan kepada Nabi Muhammad SAW selaku pemimpin tertinggi di Madinah.
4. Dalam Piagam Madinah tersebut terdapat beberapa asas, yaitu: asas kebebasan beragama, asas persamaan, asas keadilan, asas perdamaian dan asas musyawarah.
5. Meletakkan Dasar-dasar Pemerintahan, Ekonomi dan Kemasyarakatan.
Dalam bidang pemerintahan diterapkan prinsip musyawarah (demokrasi), yaitu dalam memutuskan masalah harus bermusyawarah terlebih dahulu. Dalam bidang ekonomi diterapkan asas koperasi, yaitu tiap-tiap Muslim harus saling membantu. Dalam kehidupan bermasyarakat diterapkan asas keadilan, harus saling tolong menolong, menghargai persamaan hak dan kewajiban sesama Muslim, tidak ada perbedaan pangkat, harta dan keturunan, harus mengasihi dan memelihara anak yatim, menyantuni janda-janda.
Dengan demikian, maka berdirilah kota Madinah sebagai kota terbesar di Jazirah Arab dengan kemegahan yang ditampilkannya. Pada masa ini, masyarakat Muslim berkembang menjadi masyarakat besar dan menjadi pusat untuk kegiatan perekonomian, perdagangan dan pertanian.
Perancangan Piagam Madinah Dan Konstitusi Yang Ada Di Dalamnya
Setelah Nabi hijrah ke Madinah, Islam berkembang dengan pesat. Nabi banyak melakukan perjanjian diplomatik dengan golongan nonmuslim seperti perjanjian Nabi dengan kaum Yahudi madinah dan perjanjian dengan kafir Quraisy yang dikenal dengan perjanjian Hudaibiyyah. Selain itu, banyak pula peperangan yang terjadi antara umat Muslim dan kaum kafir seperti, perang badar, uhud, khandak, hunain, dan fathul Makkah.
Agar stabilitas masyarakat dapat diwujudkan, Nabi Muhammad mengadakan ikatan perjanjian dengan Yahudi dan orang-orang Arab yang masih menganut agama nenek moyang. Sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragama orang-orang Yahudi sebagai suatu komunitas yang dikeluarkan. Setiap golongan masyarakat memiliki hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan. Kemerdekaan beragama dijamin, dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban mempertahankan negeri dari serangan luar. Dalam perjanjian itu disebutkan bahwa Rasulullah menjadi kepala pemerintahan karena menyangkut peraturan dan tata tertib umum, otoritas mutlak di berikan pada beliau. Dalam bidang social, beliau juga meletakkan dasar persamaan antara sesama manusia.
Piagam Madinah Darussalam Dan Darul Islam
Piagam Madinah disepakati tidak lama sesudah umat muslim pindah ke Yatsrib yang waktu itu masih tinggi rasa kesukuannya. Piagam Madinah diakui sebagai bentuk perjanjian dan kesepakatan bersama bagi membangun masyarakat Madinah yang plural, adil, dan berkeadaban. Di mata para sejarahwan dan sosiolog ternama Barat, Robert N. Bellah, Piagam Madinah yang disusun Rasulullah saw itu dinilai sebagai konstitusi termodern di zamannya, atau konstitusi pertama di dunia.
Dalam piagam Madinah setiap kelompok menyepakati 5 perjanjian :
1. Tiap kelompok dijamin kebebasan dalam beragama;
2. Tiap kelompok berhak menghukum anggota kelompoknya yang bersalah;
3. Tiap kelompok harus saling membantu dalam mempertahankan Madinah baik yang muslim maupun yang non muslim;
4. Penduduk Madinah semuanya sepakat mengangkat Muhammad SAW sebagai pemimpinnya dan memberi keputusan hukum segala perkara yang dihadapkan kepadanya;
5. Meletakkan landasan berpolitik, ekonomi dan kemasyarakatan bagi negeri Madinah yang baru dibentuk. Sementara perekonomian Madinah dikuasai oleh orang Yahudi yang terkenal mahir dalam melakukan aktivitas perekonomian. Kebijakan tersebut di antaranya melarang riba, gharar, ihtikar dan tadlis.
Adapun Piagam Madinah itu mempunyai arti tersendiri bagi semua penduduk Madinah dari masing-masing golongan yang berbeda. Bagi Nabi Muhammad, maka Ia diakui sebagai pemimpin yang mempunyai kekuasaan politis. Bila terjadi sengketa di antara penduduk Madinah maka keputusannya harus dikembalikan kepada keputusan Allah dan kebijaksanaan Rasul-Nya. Pasal ini menetapkan wewenang pada Nabi untuk menengahi dan memutuskan segala perbedaan pendapat dan permusuhan yang timbul di antara mereka.
Hal ini sesungguhnya telah lama diharapkan penduduk Madinah, khususnya golongan Arab, sehingga kedatangan Nabi dapat mereka terima. Harapan ini tercermin di dalam Baitul Aqabah I dan II yang mengakui Muhammad sebagai pemimpin mereka dan mengharapkan peranannya di dalam mempersatukan Madinah.
Sedangkan bagi umat Islam, khususnya kaum Muhajirin, Piagam Madinah semakin memantapkan kedudukan mereka. Bersatunya penduduk Madinah di dalam suatu kesatuan politik membuat keamanan mereka lebih terjamin dari gangguan kaum kafir Quraisy. Suasana yang lebih aman membuat mereka lebih berkonsentrasi untuk mendakwahkan Islam. Terbukti Islam berkembang subur di Madinah ini.
Bagi penduduk Madinah pada umumnya, dengan adanya kesepakatan piagam Madinah, menciptakan suasana baru yang menghilangkan atau memperkecil pertentangan antar suku. Kebebasan beragama juga telah mendapatkan jaminan bagi semua golongan. Yang lebih ditekankan adalah kerjasama dan persamaan hak dan kewajiban semua golongan dalam kehidupan sosial politik di dalam mewujudkan pertahanan dan perdamaian.
Piagam Madinah ternyata mampu mengubah eksistensi orang-orang mukmin dan yang lainnya dari sekedar kumpulan manusia menjadi masyarakat politik, yaitu suatu masyarakat yang memiliki kedaulatan dan otoritas politik dalam wilayah Madinah sebagai tempat mereka hidup bersama, bekerjasama dalam kebaikan atas dasar kesadaran sosial mereka, yang bebas dari pengaruh dan penguasaan masyarakat lain dan mampu mewujudkan kehendak mereka sendiri.
Muhammad Jad Maula Bey, dalam bukunya “Muhammad al-Matsalul Kamil” menyimpulkan, bahwa di dalam waktu yang relatif pendek tersebut Nabi telah sukses menciptakan tiga pekerjaan besar, yaitu
a. Membentuk suatu umat yang menjadi umat yang terbaik
b. Mendirikan suatu “negara” yang bernama Negara Islam; dan
c. Mengajarkan suatu agama, yaitu agama Islam
Perjanjian ini, dalam pandangan ketatanegaraan sekarang, sering disebut dengan konstitusi Madinah. Dari 47 butir Piagam Madinah jelas terlihat beberapa asas yang dianut:
Asas Kebebasan beragama
Asas persamaan
Asas kebersamaan
Asas keadilan
Asas perdamaian yang berkeadilan
Asas musyawarah
Dalam Membentuk Kekuatan dan Politik Islam di Madinah, Nabi juga mempersatukan antara golongan Yahudi dan Bani Qoinuqo, Bani Nadhir dan Bani Quraidah. Terhadap golongan Yahudi, . Adapun diantara isi Piagam Madinah sbb:
1. Kaum Yahudi bersama kaum muslimin wajib turut serta dalam peperangan.
2. Kaum Yahudi dari Bani Auf diperlakukan sama kaum muslimin.
3. Kaum Yahudi tetap dengan Agama Yahudi mereka, dan demikian pula dengan kaum muslimin.
4. Semua kaum Yahudi dari semua suku dan kabilah di Madinah diberlakukan sama dengan kaum Yahudi Bani Auf.
5. Kaum Yahudi dan muslimin harus saling tolong menolong dalam memerangi atau menhadapi musuh.
6. Kaum Yahudi dan muslimin harus senantiasa saling berbuat kebajikan dan saling mengingatkan ketika terjadi penganiayaan atau kedhaliman.
7. Kota Madinah dipertahankan bersama dari serangan pihak luar.
8. Semua penduduk Madinah di jamin keselamatanya kecuali bagi yang berbuat jahat. .
Piagam Madinah dibuat dengan maksud untuk memberikan wawasan pada kaum muslimin waktu itu tentang bagaimana cara bekerja sama dengan penganut bermacam-macam agama ketuhanan yang lain yang pada akhirnya menghasilkan kemauan untuk bekerja bersama-sama dalam upaya mempertahankan agama. Strategi nabi tersebut terbukti sangat ampuh, terbukti dengan tidak memerlukan waktu lama masyarakat islam, baik Muhajirin maupun Anshor telah mampu mengejawantahkan strategi tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Keberhasilan strategi tersebut tidak terlepas dari kepiawaian Nabi dalam melihat kondisi masyarakat sekitarnya yang sangat. memerlukan arahan dan tauladan dari pemimpin guna menciptakan keadaan yang lebih baik. Perubahan tatanan masyarakat di Madinah merupakan tolok ukur dari keberhasilan atas perjanjian damai yang dibuat oleh nabi.
Hubungan antara agama dan politik pada zaman Nabi Muhammad SAW terwujud dalam masyarakat Madinah. Muhammad selama sepuluh tahun di kota hijrah itu telah tampil sebagai penerima berita suci dan seorang pemimpin masyarakat politik. Sistem pemerintahan yang dibentuk oleh Nabi Muhammad SAW adalah bercorak teodemokratis. Di satu sisi tatanan masyarakat harus berdasarkan hukum-hukum wahyu yang diturunkan oleh tuhan dalam menyikapi setiap peristiwa. Di sisi lain bentuk pemerintahan dan tatanan sosial dirumuskan melalui proses musyawarah yang dilakukan secara bersama suku-suku yang ada dalam masyarakat Madinah. Apabila dikontekskan dengan sistem pemerintahan sekarang, bentuk struktur tatanan pemerintahan terdiri atas eksekutif, yudikatif, dan legislatif. Eksekutif, artinya kepala pemerintahan dipegang oleh Nabi Muhammad SAW begitupun dalam mahkamah konstitusi dan hukum ditentukan oleh Nabi Muhammad SAW. sebagai pengambil kebijakan selain dalam masalah menentukan bentuk tatanan masyarakat yang menyangkut pluralitas warga negara Madinah. Dalam ranah legislatif, setiap suku yang ada di Madinah mempunyai persamaan hak dalam menyampaikan pendapat dalam menentukan tatanan sosial masyarakat seperti dalam menciptakan konstitusi piagam Madinah.
Dalam membiayai pemerintahan, Nabi Muhammad SAW mengambil zakat (zakat fitrah dan zakat maal) untuk umat muslim serta mengambil jizyah dari non-muslim yang ada dalam masyarakat Madinah selain melalui militer konsolidasi pemerintahan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW juga menggunakan diplomasi dann melalui perkawinan politik. Cara Nabi Muhammad SAW, mempraktikkan demokrasi dalam menjalankan roda pemerintahannya berpedoman pada Al-qur’an dalam memutuskan sesuatu. Akan tetapi, apabila ada perkara yang belum diatur dalam Al-qur’an Nabi Muhammad SAW mengajak musyawarah dengan sahabat-sahabatnya.
Selain itu salah satu aspek kehidupan Rasulullah SAW yang menjadi dan patut diteladani adalah kepemimpinannya.Sebagaimana tercatat dalam sejarah, kepemimpinan Rasulullah SAW telah mewarnai dan mengarahkan perjalanan sejarah umat manusia dari gelapnya kehidupan jahiliah menuju terang benderangnya kebenaran Islam.
Masyarakat Madinah yang majemuk merupakan masyarakat yang teratur di bawah pimpinan Nabi Muhammad SAW. Ketetapan pasal-pasal piagam Madinah jelas mengukuhkan fungsi Nabi Muhammad SAW sebagai pemupus akhir atas perbedaan pendapat dan perselisihan yang terjadi antara peserta perjanjian. Keputusan yang diambil dapat didasarkan atas petunjuk wahyu
Selain telah dibentuknya dasar negara dan konstitusi yang baku ada beberapa prinsip menonjol dalam kepemimpinan Rasulullah SAW, yaitu sebagai berikut :
1. Kesesuaian antara perbuatan dengan ucapan.
2. Komitmen yang kuat pada nasib kaum yang lemah dan tertindas
3. Pemimpin sebagai pengayom dan pelayan bagi pihak yang dipimpin.
Selain dari ketiga hal tersebut, yang tidak kalah penting adalah tipe ideal pemimpin muslim, menyampaikan amanat dan penegakan keadilan.