Peradaban Islam Masa Rasulullah SAW Periode Makkah (610-622 Masehi)

Peradaban Islam Rasulullah SAW (Makkah 610-622 M)

Dalam sejarah peradaban islam, sejarah hidup nabi Muhammad SAW biasanya dibedakan menjadi dua, yaitu ketika nabi Muhammad SAW menjalani hidupnya di Makkah dan di Madinah. Sejarah masa hidup Rasulullah SAW ini selain dikaji dalam bidang sejarah, kerap kali pula mendapatkan perhatian di bidang disiplin ilmu lain seperti studi al-Qur’an. Situasi dan kondisi yang dihadapi nabi Muhammad SAW menjadikan perbedaan tema-tema sentral dalam ajaran islam melalui wahyu yang diterima Rasulullah SAW.

Demikian juga terjadi dalam sejarah islam, karena perbedaan dan tantangan yang dihadapi nabi Muhammad SAW berada di dua tempat yaitu di Makkah dan Madinah. 


Peradaban Arab Sebelum Islam

Bangsa Arab adalah penduduk asli jazirah Arab semenanjung yang terletak di bagian barat daya Asia, sebagian besar permukaannya terdiri dari padang pasir. Secara umum iklim di jazirah Arab sangat panas, bahkan yang termasuk paling panas dan paling kering di muka bumi.

Mayoritas bangsa Arab adalah penganut bangsa Watsani (penyembah berhala). Dikisahkan bahwa penyebar agama Watsani pertama di tengah-tengah masyarakat Arab adalah ‘Amr bin Luhayy Al Khuza’i. dialah orang yang pertama membawa patung dari Syam ke Ka’bah.  Sebelum kelahiran Nabi Muhammad SAW, sebagian bangsa Arab di Hijaz (Makkah, Yatsrib, Thaif, dan sekitarnya) sudah memiliki kepercayaan, tradisi dan pengaruh tiga agama besar saat itu; Yahudi (pembawa agamanya dinisbahkan kepada Nabi Isa Al-Masih/Yesus Kristus), Zoroaster/Majusi (pembawa agamanya dinisbahkan kepada Zaratustra).

Agama asli bangsa Arab sebelum kelahiran nabi Muhammad SAW, khususnya Makkah dan sekitarnya adalah pagan (penyembah berhala), di samping ada juga pengaruh agama dari wilayah lain seperti; Yahudi, Kristen, dan Majusi. Mereka para penyembah berhala itu akan membawa patung-patung kecil yang mereka anggap tuhan ke mana pun mereka pergi. Hal itu dilakukan karena mereka berkeyakinan bahwa dengan cara itulah mereka dapat lebih dekat dengan Tuhan. Sehingga dalam berbagai hal tuhannya dapat segera menolong mereka. Meskipun demikian mereka menganggap ka’bah adalah tempat yang paling suci dan menjadi sentral ibadah seluruh umat manusia.

Menurut catatan sejarah bahwa sebelum agama Islam datang, terdapat sekitar 360 patung berhala yang disembah, diantaranya yang terbesar adalah Latta, Uzza, dan Manata. Zaman sebelum lahirnya Islam di tanah Arab adalah Zaman Jahiliah, Arab Jahiliah ini bukan hanya buta aksara, akan tetapi lebih dari itu yaitu bangsa yang tidak mempunyai peradaban, tidak mengenal aturan (norma). 

1. Kondisi masyarakat
Kehidupan yang sangat getir dan keras di tengah gurun pasir menyebabkan orang Arab mempunyai kebiasaan buruk, diantaranya:

a. Memandang rendah derajat manusia, membunuh bayi-bayi perempuan yang baru lahir. Wanita diperjual belikan untuk menjadi pelampiasan kaum laki-laki.

b. Suka minum Khamar.

c. Suka berjudi, mencuri, merampok dan menghalalkan segala cara untuk mewujudkan keinginan.

d. Menyembah berhala yang diletakkan di setiap rumah dan sudut kota.

e. Suka peperangan yang dipicu hanya karena hal-hal sepele, seperti menghina anggota kabilah lain yang ujungnya terjadi perselisihan.

2. Kondisi keagamaan
Sebelum islam datang ke negeri Arab, orang Arab sudah mempercayai akan keesaan Allah SWT sebagai tuhan. Kepercayaan ini diwariskan oleh Nabi Ibrahim dan Ismail. Agama tersebut dalam al-Qur’an disebut agama Hanif. Berkaitan dengan ayat ini al-Qur’an menyebutkan bahwa masih mempercayai keesaan Allah SWT sebagai pencipta, pengatur dan pemelihara alam semesta. Jika ditanyakan kepada bangsa Arab, mengapa mereka menyembah patung dan berhala, mereka menjawab bahwa semua itu demi mendekatkan diri kepada Allah.  

Sebagaimana diterangkan dalam al-Qur’an:
مَا نَعْبُدُهُمْ إِلَّا لِيُقَرِّ بُوْنَآ إِلَى الله زُلْفَى
“Kami tidak menyembah kepada mereka, tetapi hanya agar mereka mendekatkan diri kepada tuhan sedekat-dekatnya” (Az-Zumar: 3). 

3. Kondisi ekonomi
Pada masa pemerintahan kerajaan Saba’ dan Himyar di Jazirah Arab selatan, kegiatan perdagangan orang Arab meliputi laut dan darat. Kegiatan perdagangan di laut mereka pergi ke India, Tiongkok dan Sumatera dan kegiatan perdagangan di darat ialah di Jazirah Arab.

Akan tetapi setelah Yaman dijajah oleh bangsa Habsyi dan bangsa Persia, maka kaum penjajah itu menguasai kegiatan perdagangan di laut, sedangkan perdagangan di darat berpindah ke tangan orang Makkah. Ada beberapa faktor yang menyebabkan Makkah berkembang menjadi kota perdagangan. Pertama, orang Yaman banyak yang berpindah ke Yaman, sedang mereka telah berpengalaman dalam perdagangan. Kedua, di kota Makkah dibangun Ka’bah setiap tahun jama’ah-jama’ah berdatangan ke Makkah melakukan haji yang membuat Makkah semakin masyhur. Ketiga, letak Kota Makkah berada di tengah-tengah tanah Arab antara utara dengan selatan. Keempat, daerahnya yang gersang membuat penduduknya suka merantau untuk berdagang.

4. Kondisi sosial budaya
Kaum wanita memiliki posisi yang paling jelek dibanding wanita lain di dunia ketika itu. Mereka dianggap sebagai benda mati yang tidak mempunyai hak apapun, termasuk hak untuk dihormati. Seseorang bisa mengawini wanita berapa pun dia suka, dan dapat menceraikannya kapan saja dia mau. Bila seorang ayah diberi tahu bahwa anaknya yang lahir seorang wanita, dia sedih bercampur marah. Kadang-kadang bayi wanita itu dikubur hidup-hidup. Kehidupan yang keras dan menantang mendorong mereka untuk memiliki anak laki-laki saja. Walaupun begitu, tidak semua perempuan mereka bunuh. 

Lembaga perkawinan tidak teratur. Wanita boleh menikah lebih dari seorang suami (poliandri). Sedang wanita bersuami memperbolehkan suaminya berhubungan dengan wanita lain untuk memperoleh keturunan. Ibu tiri kadang-kadang dikawini anak tirinya. Saudara laki-laki terkadang mengawini saudari perempuannya. Gadis-gadis nakal terbiasa pergi ke daerah-daerah pinggiran untuk bersenang-senang dengan laki-laki lain. Wanita tidak memiliki hak waris baik dari suaminya, ayah maupun keluarganya.

5. Kondisi politik
Bangsa Arab sebelum Islam, hidup bersuku-suku (kabilah-kabilah) dan berdiri sendiri-sendiri, satu sama lain terkadang saling bermusuhan. Mereka tidak mengenal rasa ikatan nasional. Yang ada pada mereka hanyalah ikatan kabilah. Dasar hubungan dalam kabilah itu ialah pertalian darah. Rasa kesukuan amat kuat dan mendalam pada mereka, sehingga bilamana terjadi salah seorang di antara mereka teraniaya maka seluruh anggota kabilah itu akan bangkit membelanya. 

Jadi, kondisi masyarakat Arab pada saat sebelum islam datang sangatlah memprihatinkan, mulai dari cara beribadah, hidup, pemerintahan sampai cara bermasyarakatnya pun masih belum ada aturan resmi. Bahkan saat itu wanita sangat di rendahkan mengingat masyarakat Arab belum ada aturan, dan norma-norma hukum. Maka sejak nabi Muhammad datang membawa risalah Islam masyarakat Arab mulai sedikit demi sedikit merubah pola hidupnya, yang paling menonjol adalah cara beribadah, sejak itulah berhala-berhala mulai dimusnahkan dan kakbah mulai dipergunakan lagi untuk thawaf.


Dakwah Nabi Muhammad SAW Di Makkah

Nabi Muhammad lahir di Makkah pada hari senin 12 Rabi’ul Awal bertepatan dengan tanggal 20 April tahun 571 M. Tahun kelahiran Nabi dikenal dengan tahun gajah, karena pada tahun itu pasukan Abrahah dengan menunggangi gajah menyerbu Makkah ingin menghancurkan Ka’bah. Beliau lahir dari keluarga miskin secara materi namun berdarah ningrat dan terhormat.

Pada waktu lahir nabi Muhammad dalam kedaan yatim karena ayahnya Abdullah meninggal dunia ketika masih dalam kandungan. Nabi Muhammad kemudian diserahkan kepada ibu pengasuh, Halimah Sa’diyah. Dalam asuhannyalah Nabi Muhammad dibesarkan sampai usia empat tahun. Setelah kurang lebih dari dua tahun berada dalam asuhan ibu kandungnya. Ketika usia enam tahun Nabi Muhammad menjadi yatim piatu. Setelah Aminah meninggal, Abdul Muthalib mengambil alih tanggung jawab merawat Nabi Muhammad. Namun, dua tahun kemudian Abdul Muthalib meninggal dunia karena renta. Tanggung jawab selanjutnya beralih kepada pamannya, Abu Thalib. Seperti juga Abdul Muthalib, dia juga sangat disegani dan dihormati orang Quraisy dan penduduk Makkah secara keseluruhan.

Dalam usia muda Nabi Muhammad hidup sebagai penggembala kambing keluarganya dan kambing penduduk Makkah. Melalui kegiatan penggembalaan ini dia menemukan tempat untuk berfikir dan merenung. Pemikiran dan perenungan ini membuatnya jauh dari segala pemikiran nafsu duniawi, sehingga dia terhindar dari berbagai macam noda yang dapat merusak namanya, karena itu sejak usia muda Beliau sudah dijuluki al-Amin, orang yang terpercaya. 

Pada periode Makkah, Nabi Muhammad SAW lebih menitikberatkan pembinaan moral dan akhlak serta tauhid kepada masyarakat Arab yang bermukim di Makkah. Masa penyebaran risalah yang dibawa Nabi Muhammad SAW pada awalnya disampaikan secara sembunyi-sembunyi setelah mendapatkan wahyu yang pertama beliau segera kembali ke rumahnya dan memberitahukan berita ini pada istrinya. Pada periode ini tiga tahun pertama dakwah Islam dilakukan secara sembunyi-sembunyi.

Nabi Muhammad mulai melaksanakan dakwah Islam di lingkungan keluarga, mula-mula istri beliau sendiri yaitu Khadijah, yang menerima dakwah beliau, kemudian Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar Assiddiq sahabat beliau, Zaid bin Tsabit bekas budak beliau. Di samping itu juga banyak orang yang masuk islam dengan perantaraan Abu Bakar yang terkenal dengan julukan Assabiqunal Awwalun (orang-orang yang lebih dahulu masuk islam), mereka adalah Utsman bin Affan, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqas, Abdurrahman bin ‘Auf, Thalhah bin ‘Ubaidillah, Abu Ubaidah bin Jarrah, dan Al Arqam bin Abil Arqam. 
Kemudian setelah dakwah secara sembunyi-sembunyi berjalan lancar, dilanjutkan dengan dakwah secara terang-terangan dengan turun surat Al-Hijr ayat 94 yang berbunyi: 

فَاصْدَعْ بِمَا تُؤْمَرُ وَأَعْرِضْ عَنِ المُشْرِكِيْنَ
Artinya:
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik.” (QS. Al-Hijr 15:94)

Dakwah secara terang-terangan nabi bukanlah mudah, namun dakwah yang dilakukan beliau sangatlah sulit, apalagi masyarakat arab saat itu masih menganut ajaran lama. Dalam perjalanan dakwah terang-terangan yang dilakukan oleh nabi, nabi mendapat tantangan dari kaum kafir Quraisy. Hal tersebut timbul karena beberapa faktor, yaitu:

a. Mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan.

b. Nabi Muhammad SAW menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya.

c. Para pemimpin Quraisy tidak mau percaya serta tidak mau menerima ajaran tentang kebangkitan kembali dan pembalasan di akhirat.

d. Taqlid kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang mengakar pada bangsa Arab.

e. Pemahat dan penjual patung memandang islam sebagai penghalang rizki. 

Banyak cara dan upaya yang ditempuh para pemimpin Quraisy untuk mencegah dakwah nabi Muhammad SAW, namun selalu gagal, baik secara bujuk rayu maupun tindakan kekerasan secara fisik. Tekanan dari orang-orang kafir semakin keras terhadap gerakan nabi Muhammad SAW, terlebih setelah meninggalnya dua orang yang selalu melindungi dan menyokong Nabi Muhammad dari orang-orang kafir, yaitu paman beliau, Abu Thalib dan istri tercinta beliau, Khadijah. Peristiwa itu terjadi pada tahun kesepuluh kenabian. Tahun ini merupakan tahun kesedihan bagi nabi Muhammad SAW.

Karena di Makkah dakwah nabi Muhammad mendapat rintangan dan tekanan, pada akhirnya nabi memutuskan untuk berdakwah di luar Makkah. Namun, di Thaif beliau dicaci dan dilempari batu sampai beliau terluka. Hal ini semua hampir menyebabkan nabi Muhammad putus asa, sehingga untuk menguatkan diri beliau, Allah mengutus dan mengisra’ dan memi’rajkan beliau pada tahun kesepuluh kenabian itu. Berita tentang isra’ mi’raj ini menggemparkan masyarakat Makkah. Bagi orang kafir, peristiwa ini dijadikan bahan propaganda untuk mendustakan nabi Muhammad SAW. Sedangkan bagi orang yang beriman ini merupakan ujian keimanan.

Setelah peristiwa isra’ mi’raj, suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah islam terjadi, yaitu dengan datangnya sejumlah penduduk yatsrib (madinah) untuk berhaji ke Makkah. Mereka terdiri dari dua suku yang saling bermusuhan, yaitu suku Aus dan Khazraj yang masuk islam dalam tiga gelombang. Pada gelombang pertama pada tahun kesepuluh kenabian, mereka datang untuk memeluk agama islam dan menerapkan ajarannya sebagai upaya untuk mendamaikan permusuhan antara kedua suku mereka, mereka kemudian mendakwahkan Islam di Yatsrib. Gelombang kedua, pada tahun ke-12 kenabian mereka datang kembali menemui nabi dan mengadakan perjanjian yang dikenal dengan perjanjian “Aqabah pertama”, yang berisi ikrar kesetiaan. Gelombang ketiga pada tahun ke-13 kenabian, mereka datang kembali pada nabi untuk hijrah ke Yatsrib. Mereka akan membai’at nabi sebagai pemimpin. Nabi pun akhirnya menyetujui usul mereka untuk berhijrah. Perjanjian ini dikenal dengan “Aqabah kedua”. Akhirnya nabi Muhammad bersama kurang lebih 150 kaum muslimin hijrah ke Yatsrib dan ketika sampai di sana, sebagai penghormatan terhadap nabi, nama Yatsrib diubah menjadi Madinah. 


Pembentukan Sistem Sosial Di Makkah

Jika dilihat dari segi sosiologisnya dan antropologisnya bangsa Arab mempunyai tingkat solidaritas dan budaya yang tinggi. Bila salah seorang dari warganya atau pengikutnya dianiaya atau dilanggar haknya, maka menjadi kewajiban atas kabilah atau suku itu menuntut bela. Bangsa Arab mempunyai budaya yang tinggi itu dapat diketahui dari kerajaan-kerajaan yang berdiri di Yaman. Dari bani Qathan ini telah berdiri kerajaan yang berkuasa di daerah Yaman, di antaranya yang terpenting adalah kerajaan Ma’in, Quthban, Saba’ dan Himyar. 

Dari sudut pandang sosiologis, menarik untuk mengetahui struktur sosial dalam masyarakat arab. Dalam hal ini, kita juga harus membedakan antara penduduk nomad  dan penduduk kota. Bangsa badui tinggal di tenda-tenda dan perkemahan mereka ada di gurun-gurun. Struktur dasar masyarakat badui adalah organisasi suku. Anggota satu keluarga tinggal di satu tenda, kumpulan tenda-tenda (perkemahan) disebut hayy, dan kumpulan hayy membentuk satu suku, yang dalam bahasa dinamakan Qaum. Kumpulan suku-suku yang menjadi satu disebut dengan kabilah. Semua anggota suku menganggap diri mereka menjadi satu anggota keluarga dan memilih pimpinan mereka datang, disebut syaikh. Mereka memakai satu istilah khusus, yang dinamakan Bani sebutan yang dipakai sebagai nama depan mereka.

Kaum nomad ini selalu berpindah dan tidak menetap di satu tempat. Mereka berpindah dari tempat satu ke tempat lain guna mencari air dan rumput untuk binatang mereka, juga untuk melakukan penyerbuan ke suku lain. Oleh karena itu, mereka tidak mengenal konsep kepemilikan tanah. Bahkan di Madinah pun, yang merupakan oasis subur, pertanian belum pada tingkat yang mengarah pada kepemilikan tanah secara individu. Tanah-tanah yang bisa ditanami dimiliki secara bersama-sama. Begitu juga di Makkah, hampir tidak ada yang dinamakan kepemilikan tanah, meskipun rumah yang dimiliki oleh para keluarga penduduk makkah. Meskipun terdapat beberapa perjanjian antara mereka, namun tidak ada hukum baku tentang kepelikan kekayaan.

Untuk struktur keluarga di wilayah Urban, terutama suku Makkah mengalami perpecahan dan proses individualisasi mulai berlangsung. Masyarakat suku mulai memudar suku-suku pecah, atau dalam kelompok keluarga yang lebih kecil, karena berkembangnya hubungan baru yang didasarkan pada harta atau kekayaan, meskipun kesetiaan berdasarkan suku atau kelompok diperlukan untuk menjaga ketertiban dan melaksanakan hukum suku. Dengan demikian, proses antagonistik tidak berlangsung dalam masyarakat, di satu sisi kesetiaan dan kesukuan sangat diperlukan karena tidak ada hukum lain yang mengatur kehidupan, namun di sisi lain terjadi perpecahan struktur kesukuan. 



Sumber:

  • Hasan, Ibrahim Hasan, Sejarah dan Kebudayaan Islam, Jakarta: Kalam Mulia, 2001.
  • M. Yakub, Sejarah Peradaban Islam pendekatan periodesasi, Medan: Perdana Publishing, 2015.
  • Syaifudin, Machfud, Dinamika Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka Ilmu, 2013.
  • Mufrodi, Ali, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, Jakarta: KDT, 1997.
  • Zubaidah, Siti, Sejarah Peradaban Islam, Medan: Perdana Publishing, 2016.
  • Khoiriyah, Reorintasi Wawasan Sejarah Islam dari Arab Sebelum Islam hingga Dinasti-Dinasti Islam, Yogyakarta: Teras, 2012.
  • Yatim, Badri, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiah II, Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997.
  • Syauqi, Abraqi, Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta: Aswaja Presindo, 2016.
  • Amin, Samsul Munir, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Amzah, 2009.
  • Syukur, Fatah, Sejarah peradaban Islam, Semarang: Pustaka rizki putra, 2002.
  • Enginer, Asghar Ali, Asal Usul dan Perkembangan Islam, insist, 2010.
Abd Hamid Majid

Seorang Mahasiswa Universitas di Jawa Timur, Indonesia

Post a Comment

Previous Post Next Post