Sejarah Dan Perkembangan Ilmu Kalam (Bag II)

Lahir Dan Berkembangnya Ilmu Kalam

Pada awal sejarah pemikiran dalam islam, ilmu kalam tidak seperti ilmu fikih, kurang mendapat perhatian bahkan tidak disetujui dikalangan muslimin. Sikap umat tersebut tidak lepas dari pengaruh pola pembinaan keimanan di masa awal islam itu sendiri, yaitu masa Rasulullah dan para sahabatnya. Para sahabat tidak pernah mempertanyakan lebih jauh masalah-masalah keimanan, mereka telah puas mengimani melalui pembenaran hati terhadap apa yang disampaikan oleh Rasululah tanpa mempersoalkan dan mempertimbangkannya melalui analisis akal.

Pada kenyataan, Rasulullah tidak pernah membicarakan masalah keimanan secara rinci, melainkan menganjurkan umat cukup mengimaninya tanpa banyak bertanya, menyebabkan para sahabat dan tabiin tidak berkenan bahkan melarang membicarakan masalah-masalah keimanan secara kalam, dalam arti memperbincangkannya secara detail berdasarkan argumen dan analisis rasional.

Umat islam pada awal-awal islam belum merasakan arti penting dan perlunya mengetahui lebih jauh dan memperbincangkan masalah-masalah yang bersifat teoritis, seperti yang dibicarakan dalam ilmu kalam. Dengan demikian, tidak adanya kepedulian membicarakan masalah-masalah kalam secara teoritis rasional pada periode awal ini, sangat mungkin bukan karena hal itu terlarang melainkan karena belum diperlukan. Keberadaan ilmu kalam pada waktu itu belum di rasa perlu, karena masalah bahasannya tidak atau kurang menyentuh kebutuhan keberagamaan keseharian umat, yang ketika itu lebih mengutamakan tindak ketaatan yang bersifat tindak amaliah. Namun, adalah hal yang sangat wajar apabila pada perkembangan berikutnya, umat islam segera pindah dari tahap penerimaan akidah melalui hati kepada tahap penerimaan akidah melalui pemikiran dan analisis rasional. Kondisi tersebut dikarenakan kecenderungan mempertanyakan dan menganalisis suatu masalah, termasuk masalah keimanan adalah suatu hal yang sangat alami pada manusia. Dengan kata lain, setiap orang pada dasarnya memiliki kecenderungan dan kesiapan melakukan penalaran rasional dan berpikir filosofis.

Ketika dunia islam pada era dinasti Abbas, suasana perkembangan pemikiran umat mulai memperlihatkan kecenderungan baru. Pada penghujung abad pertama atau awal abad kedua hijriah, muncul diskusi sistematis dan silang pendapat di sekitar persoalan kalam, seperti masalah iman dan kufur, pelaku dosa besar, dan masalah qadha qadr. Diskusi ini masih diikuti oleh para sahabat generasi akhir. Diskusi ini pula yang pada gilirannya melahirkan ilmu kalam yang memusatkan materi bahasan pada aspek akidah dengan metode sendiri, metode nasional

Ilmu kalam mengalami perkembangan dan kemajuan yang lebih pesat dan mulai mendapat sambutan yang lebih baik dari mayoritas umat dengan lahirnya sistem kalam mazhab Ahl al-Sunnah wa al-jama’ah, yang dipelopori oleh tokoh Ismail Abu Hasan al-Asy’ari dan Abu Manshur al-Maturidi. Kedua tokoh ini, terutama al-Asy’ari sangat berjasa dalam memperkukuh posisi ilmu kalam di mata umat. Dengan lahirnya Ahl al-Sunnah wa al-jama’ah, ilmu kalam seakan mudah menjadi barang halal dan diterima oleh seluruh umat islam.

Sumber-sumber ilmu kalam

1. Al-Qur’an

Sebagai sumber ilmu kalam, al-Qur’an banyak menyinggung hal yang berkaitan dengan masalah ketuhanan:

a. Q.S Al-Ikhlas (112): 1-4
Menunjukkan bahwa Allah ahad. Tidak beranak dan tidak pula diperanakkan serta tidak ada sekutu baginya.

b. Q.S As-Syu’ara (42): 7
Ayat ini menunjukkan bahwa tuhan tidak menyerupai apapun di dunia ini. Ia maha mendengar dan maha mengetahui.

c. Q.S Al-Furqan (25): 59
Ayat ini menunjukkan bahwa tuhan yang maha penyayang bertahta di ‘Arsy. Ia pencipta langit dan bumi serta semua yang ada di antara keduanya.

Ayat-ayat di atas berkaitan dengan dzat, sifat, asma, perbuatan, tuntunan, dah hal-hal lain yang berkaitan dengan eksistensi tuhan. Hanya saja penjelasan rinciannya tidak ditemukan. Oleh sebab itu, para ahli berbeda pendapat dalam menginterpretasikan rinciannya. Pembicaraan tentang hal-hal yang berkaitan dengan ketuhanan itu disistematiskan yang pada gilirannya menjadi sebuah ilmu yang dikenal dengan istilah ilmu kalam.


2. Al-Hadits

Hadis nabi pun banyak membicarakan masalah-masalah yang dibahas ilmu kalam diantaranya adalah hadis nabi yang menjelaskan hakikat keimanan


3. Pemikiran manusia (akal)

Pemikiran manusia dalam hal ini, baik berupa pemikiran umat islam sendiri atau pemikiran yang berasal dari luar umat islam. Sebelum filsafat yunani masuk dan berkembang di dunia islam, umat islam sendiri telah menggunakan pemikiran rasionalnya untuk menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan ayat-ayat al-Qur’an, terutama yang belum jelas maksudnya, keharusan untuk menggunakan rasio.


Fungsi Ilmu kalam

1. Untuk memperkuat, membela dan menjelaskan akidah islam dan mengokohkan keimanan pada diri seseorang dari ketersesatan.

2. Untuk menolak akidah yang sesat dengan berusaha menghindari tantangan-tantangan dengan cara memberikan penjelasan.

3. Sebagai ilmu yang mengajak orang yang baru untuk mengenal rasio sebagai upaya mengenal tuhan secara rasional.


Ilmu kalam juga berdasar dari al-Qur’an. Oleh karena itu, ditinjau dari segi metode maupun materinya, keberadaan ilmu kalam bukan yang terlarang dalam islam. Bahkan ilmu kalam mutlak diperlukan demi terbangunnya keimanan yang kukuh di atas bukti dan argumen yang kuat. Dengan demikian, ilmu kalam adalah ilmu keislaman yang membahas masalah akidah atau keimanan berdasarkan argumen rasional dan, tentu saja, tanpa, mengesampingkan nash al-Qur’an dan al-Sunnah. Di dalam pembahasannya, para mutakalim lazim mengetengahkan dalil rasional terlebih dahulu, lalu kemudian memperkuatnya dengan dalil nash al-Qur’an dan al-Hadis.


Sumber: 

Warson Munawwir, Ahmad, Al-Munawwir, Yogyakarta: PP Al-Munawwir krapyak, 1984.
Elmansyah, Kuliah Ilmu Kalam, Pontianak: IAIN Pontianak press, 2017.
Chaerudji dan Abd Chalik, Ahmad, Ilmu Kalam, Jakarta: Diadit Media, 2007.
A. Jamrah, Suryan, Studi Ilmu Kalam, Jakarta: Kencana, 2015.
Rozak & Rohison Anwar, Abdur, Ilmu Kalam edisi revisi, Bandung: CV Pustaka Setia, 2012.



Abd Hamid Majid

Seorang Mahasiswa Universitas di Jawa Timur, Indonesia

Post a Comment

Previous Post Next Post