Kemukjizatan Al-Qur'an

Apa Itu Kemukjizatan Al-Qur'an?

Kitab suci al-Qur’an adalah firman Allah SWT yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW sebagai petunjuk bagi umat manusia. Al-Qur’an adalah mukjizat abadi yang membuktikan kebenaran risalah nabi Muhammad SAW.

Secara etimologi mukjizat berasal dari kata a’jaza-yu’jizu-i’jazan berarti melemahkan atau menjadikan lemah (tidak mampu). Pelakunya atau isim fa’il (yang melemahkan) disebut mu’jiz. Tambahan ta’ marbuthah diakhir kata sehingga menjadi mu’jizah menunjukkan mubalaghah (superlatif) artinya yang sangat melemahkan. Secara terminologi yang dimaksud dengan mukjizat atau I’jaz al-Qur’an adalah ketidakmampuan siapa pun untuk menjawab tantangan al-Qur’an sebagai bukti kebenaran risalah nabi Muhammad SAW. 

Masih dalam makna mukjizat, dengan redaksi yang berbeda mukjizat didefinisikan pula sebagai sesuatu yang luar biasa yang diperlihatkan Allah melalui para nabi dan rasul sebagai bukti atas kebenaran pengakuan kenabian dan kerasulannya.  Dalam al-Qur’an, kata ‘ajaza dalam berbagai bentuk terulang sebanyak 26 kali dalam 21 surat dan 25 ayat.

Dalam al-Mu’jam al-Washith, mukjizat diartikan sebagai suatu hal yang menyalahi adat kebiasaan yang ditampakkan oleh Allah di atas kekuasaan seorang nabi untuk memperkuat kenabiannya. Imam Jalaluddin al-Suyuthi menjelaskan, bahwa mukjizat itu adalah suatu hal atau peristiwa luar biasa yang disertai tantangan dan selamat, yang pada akhirnya tidak ada satu pun yang sanggup menjawab tantangan dan menandingi kekuatan tersebut.  Menurut al-Qattan, I’jaz adalah menetapkan kelemahan. Artinya, dalam pengertian umum kelemahan adalah ketidakmampuan mengerjakan sesuatu, lawan dari qudrah (kemampuan).

I’jaz dalam pembahasan ini ialah menampakkan kebenaran nabi dalam pengakuannya sebagai seorang rasul, dengan menampakkan kelemahan orang Arab dalam melawan mukjizat yang kekal yakni Al-Qur’an. Maka mukjizat adalah suatu peristiwa, urusan, perkara yang luar biasa yang dibarengi dengan tantangan dan tidak bisa dikalahkan. Al-Qur’an menentang orang-orang Arab, mereka tidak kuasa melawan meskipun mereka merupakan orang-orang fasih, hal ini tiada lain karena al-Qur’an adalah mukjizat.

Dengan demikian, maka dapat dikemukakan tiga unsur pokok mukjizat, yaitu:

1. Mukjizat harus menyalahi tradisi atau adat kebiasaan, seperti mukjizat nabi Ibrahim AS yang mampu selamat dari kobaran api, karena secara kodrat manusia pasti akan kepanasan bahkan hangus jika tersentuh oleh api. Namun nabi ibrahim mampu keluar dari kobaran api dengan selamat.

2. Mukjizat harus dibarengi dengan perlawanan, sebagaimana yang terjadi di zaman nabi Musa AS ketika beliau di lawan oleh para tukang sihir yang dikumpulkan oleh Firaun untuk melawan mukjizat nabi Musa AS berupa tongkat yang bisa berubah menjadi ular yang pada akhirnya dimenangkan oleh mukjizat nabi Musa AS. 

3. Mukjizat tidak bisa terkalahkan, seperti mukjizat yang diberikan oleh Allah kepada nabi Muhammad SAW untuk membelah bulan. Begitu juga mukjizat berupa al-Qur’an yang diberikan oleh Allah SWT kepada rasulnya Muhammad SAW sejak berabad-abad lamanya tidak ada satu pun kekuatan yang mampu membuat atau menandingi kehebatan al-Qur’an. 

Sesuatu yang dapat dikatakan sebagai mukjizat apabila memenuhi beberapa persyaratan sebagai berikut:

1. Tidak ada seorang pun selain Allah yang dapat melaksanakannya.

2. Diluar dari kebiasaan.

3. Merupakan bukti kebenaran.

4. Terjadi bersamaan dengan pengakuan seorang utusan Allah dan hanya terjadi pada rasul Allah, bukan manusia biasa.

Dalam hal ini al-Suyuthi membagi mukjizat menjadi dua macam, yaitu mukjizat hissiyah (mukjizat yang tampak dan dapat ditangkap oleh panca indra) dan mukjizat ‘aqliyah (mukjizat yang hanya dapat dipahami oleh akal pikiran). 

Macam-Macam Mukjizat Al-Qur'an

Secara garis besar mukjizat dapat dibagi dalam dua bagian pokok, yaitu mukjizat yang bersifat hissiyah (material indrawi/fisik) dan mukjizat yang bersifat ‘aqliyah (rasional).  Al-Suyuthi menjelaskan dalam kitabnya al-Itqan fi Ulum al-Qur’an bahwa mukjizat nabi-nabi terdahulu itu bersifat hissiyah (fisik) yang dapat dilihat dengan mata kepala, seperti unta Nabi Shalih dan tongkat nabi Musa, sedangkan mukjizat al-Qur’an itu dilihat dengan “bashirah” (mata hati) sehingga orang-orang yang mengikuti al-Qur’an dengan mata hati itu lebih banyak, karena mukjizat yang dilihat dengan mata kepala itu akan sirna dengan sirnanya sesuatu yang dilihat, sedangkan mukjizat yang dilihat dengan mata hati atau akal itu tetap kekal. 

Al-Qur’an adalah mukjizat yang bukan hanya bersifat material indrawi/fisik, melainkan juga bersifat aqliyah atau dapat dipahami oleh akal. Karena sifatnya demikian, maka ia tidak terbatas pada suatu tempat atau masa tertentu. Mukjizat al-Qur’an dapat dijangkau oleh setiap orang yang menggunakan akalnya, kapan dan dimana pun berada. Perbedaan ini disebabkan oleh dua hal pokok.

Pertama, para nabi sebelum nabi Muhammad SAW ditugaskan untuk masyarakat dan masa tertentu. Karena itu, mukjizat mereka hanya berlaku untuk masa dan masyarakat tersebut tidak untuk sesudah mereka. Ini berbeda dengan nabi Muhammad SAW yang diutus untuk seluruh umat manusia hingga akhir zaman.

Kedua, manusia mengalami perkembangan dalam pemikirannya. Umat para nabi sebelum nabi Muhammad SAW sangat membutuhkan bukti kebenaran yang harus sesuai dengan tingkat pemikiran mereka. Tetapi setelah manusia mulai menanjak ke tahap kedewasaan berpikir, maka bukti yang bersifat indrawi tidak dibutuhkan lagi. 

Selain sebagai mukjizat yang terbesar yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW, al-Qur’an pun memiliki mukjizat sendiri, yaitu:

1. Kemukjizatan bahasa
Kemukjizatan al-Qur’an dari segi bahasa dapat dilihat dari dua hal.
Pertama, susunan kata dan kalimat dalam al-Qur’an terdapat banyak keistimewaan. Diantara keistimewaannya:

a. Al-Qur’an memiliki keunikan dalam nada dan langgamannya meskipun ia bukan merupakan syair atau puisi. Nada dan langgamannya akan selalu terpatri bersama suara-suara huruf yang unik bagaikan aturan musik.

b. Ungkapannya singkat dan padat, misalnya ayat وَاللّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَاب dalam ayat ini menyimpan banyak makna dalam bentuk perkataan yang singkat.

c. Keindahan dan ketepatan maknanya dengan menggunakan gaya bahasa yang berbeda-beda. 

Kedua, keseimbangan redaksinya. Hal ini dapat dilihat penelitian yang dilakukan oleh Abd Razaq Naufal dalam I’jaz al-Adadiy li al-Qur’an al-Karim (kemukjizatan al-Qur’an dalam segi bilangan). Hasil dari analisis dan perhitungan yang dilakukannya menemukan sesuatu yang menakjubkan, diantaranya:

a. Adanya keseimbangan antara jumlah bilangan kata dengan antonimnya. Misalnya kata al-Hayah (hidup) dan al-Maut (mati), masing-masing terulang sebanyak 145 kali.

b. Keseimbangan jumlah bilangan kata dengan sinonim maknanya. Misalnya kata al-Jahr (nyata) dan al-‘alaniyah (tampak), masing-masing terulang sebanyak 16 kali.

c. Keseimbangan antara jumlah bilangan kata yang menunjukkan kepada akibatnya. Misalnya kata infaq dan ridha sama-sama terulang sebanyak 73 kali.

d. Di samping keseimbangan di atas juga terdapat keseimbangan khusus. Misalnya kata yaum (hari) dalam bentuk tunggal sebanyak 365 kali, sebanyak jumlah hari dalam setahunnya, dan kata ini dalam bentuk jamaknya ayya>m terulang sebanyak 30 kali, sebanyak dengan jumlah hari dalam sebulan. Kata syahr (bulan) hanya terdapat sebanyak 12 kali, sama dengan jumlah bulan dalam setahun. 

2. Kemukjizatan ilmiah
Pada dasarnya al-Qur’an bukan buku ilmiah sebagaimana buku-buku ilmiah yang terkenal saat ini. Kemukjizatan al-Qur’an bukan terletak pada pencakupannya akan teori-teori pengetahuan, akan tetapi terletak pada dorongannya kepada manusia untuk berfikir dan menggunakan akal pikiran.

Banyak ayat al-Qur’an yang memiliki kesesuaian dengan ilmu pengetahuan, misalnya teori tentang alam, tentang terjadinya perkawinan dalam tiap-tiap benda, tentang perbedaan sidik jari manusia, khasiat madu, reproduksi manusia, kejadian awan dan lain-lain. 

3. Kemukjizatan tasyri’
Manusia sebagai makhluk sosial membutuhkan manusia yang lain. Dalam melaksanakan kehidupannya terkadang terdapat benturan kepentingan, untuk itu al-Qur’an memberikan perundangan untuk kebahagiaan manusia. Berbagai segi kehidupan manusia telah diaturnya, mulai dengan pendidikan individu dan pensucian terhadap diri manusia dengan akidah tauhid.

Dalam penerapan syariat, al-Qur’an telah menerapkan patokan-patokan umum baik dalam bidang perdata, pidana, politik maupun ekonomi. Adapun ciri-cirinya dalam menetapkan hukum adakalanya secara mujmal, adakalanya agak jelas dan terperinci dan secara jelas serta terperinci. Muhammad Ismail Ibrahim mengungkapkan bahwa dalam bidang tasyri’ kemukjizatan al-Qur’an terletak pada:

a. Dasar kemerdekaan dalam beragama dan berpendapat.
b. Kaidah-kaidah keadilan dalam bermuamalah.
c. Undang-undang dalam bidang ahwal al-Syakhsyiah.
d. Undang-undang bidang pidana. 

Penjelasan al-Qur’an dalam hukum tersebut digambarkan secara umum, kecuali bidang tertentu yang dijelaskan dengan sejelas-jelasnya. Hal ini untuk menunjukkan bahwa al-Qur’an akan senantiasa sesuai dengan zamannya dan tidak ketinggalan zaman (Shalih likulli zaman wa makan).

Urgensi Mempelajari Kemukjizatan Al-Qur'an

Al-Qur’an sebagai kitab suci umat islam yang diturunkan oleh Allah SWT melalui perantara malaikat jibril kepada nabi Muhammad SAW dan merupakan mukjizat paling agung yang diterima oleh nabi Muhammad SAW. Kitab suci al-Qur’an wajib diyakini oleh seluruh umat islam. Tidak hanya diyakini saja, tetapi juga kita harus mempelajari, membaca dan mengamalkannya. 

Dalam pengertian I’jaz diatas dapatlah diketahui bahwa tujuan I’jazil qur’an itu banyak, diantaranya yaitu:

1. Membuktikan bahwa nabi Muhammad SAW yang membawa mukjizat kitab al-Qur’an itu benar-benar seorang nabi/rasul Allah SWT.

2. Membuktikan bahwa kitab al-Qur’an itu adalah benar-benar wahyu Allah SWT bukan buatan malaikat jibril dan bukan tulisan nabi Muhammad SAW.

3. Menunjukkan kelemahan mutu sastra dan balaghah bahasan manusia, karena terbukti pakar-pakar pujangga sastra dan seni bahasa Arab tidak ada yang mampu menandingi al-Qur’an. 

Urgensi dibalik mempelajari kemukjizatan al-Qur’an antara lain:

1. Akan senantiasa meningkatkan iman dan ketakwaan kepada Allah dengan adanya al-Qur’an sebagai mukjizat Allah, kita dapat lebih meyakini kekuasaan Allah SWT juga memantapkan keimanan akan kebenaran al-Qur’an dan kenabian nabi Muhammad SAW.

2. Meningkatkan kecintaan kepada al-Qur’an, kecintaan al-Qur’an dapat diwujudkan dengan meningkatkan intensitas beribadah membaca al-Qur’an.

3. Selalu menggunakan al-Qur’an sebagai pedoman hidup dengan meyakini kebenaran dan kemurnian al-Qur’an sebagai firman Allah SWT, maka semakin yakin menjadikan al-Qur’an sebagai pedoman dalam menjalani hidup dan menyelesaikan masalah.

I’jaz al-Qur’an berfungsi sebagai pembawa kebenaran bahwa al-Qur’an yang diwahyukan kepada nabi Muhammad adalah murni dari Allah dan tidak ada unsur-unsur apapun yang bisa menandingi arti dan makna yang terkandung dalam al-Qur’an walau satu ayat sekalipun dia seorang pakar pujangga sastra dan ahli dalam seni bahasa Arab. Kita wajib mengimani dan tidak boleh mengingkari kemurnian al-Qur’an karena al-Qur’an berasal dari Allah dan dialah yang telah menjamin kemurnian al-Qur’an hingga akhir zaman.

Sumber:
  • Ilyas, Yuhanar, Kuliah Ulumul qur’an, Yogyakarta: ITQAN Publishing, 2014.
  • Al-Munawwar, Said Aqil Husain, I’jaz al-Qur’an dan Metodologi Tafsir, Semarang: Dimas, 1994.
  • Al-Suyuthi, Jalal al-Din, Al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, Beirut: Resalah Publisher file pdf, tth.
  • Hamid, Abdul, Pengantar Studi Al-Qur’an, Jakarta: Kencana, 2016.
  • Wahid, Abdul, Pengantar ‘Ulumul Qur’an & ‘Ulumul Hadis, Aceh: Pena, 2016.
  • Shihab, M. Quraisy, mukjizat al-Qur’an, Bandung: Mizan, Cet 3 1997.
Abd Hamid Majid

Seorang Mahasiswa Universitas di Jawa Timur, Indonesia

Post a Comment

Previous Post Next Post