Implementasi Demokrasi Di Indonesia

Makna Demokrasi Dan Prinsip-Prinsipnya
Sumber: Kompasiana

Demokrasi adalah bentuk pemerintahan yang semua warga negaranya memiliki hak serta dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup mereka. Demokrasi juga dapat diartikan sebagai gagasan atau pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang sama bagi semua warga negara.

Inti dari demokrasi adalah pemerintahan dari rakyat oleh rakyat dan untuk rakyat, salah satu tonggak utama untuk mendukung sistem politik yang demokratis adalah melalui pemilu. Indonesia memiliki landasan atau acuan tersendiri dalam proses demokrasi yaitu pancasila dan UUD 1945. Penjabaran demokrasi dalam ketatanegaraan Indonesia dapat ditemukan dalam konsep demokrasi sebagaimana terdapat dalam UUD 1945 yaitu “…suatu susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat…”.

Demokrasi adalah tugas yang tiada akhir. Oleh sebab itu, gagasan ini harus ditanamkan ke setiap lapisan masyarakat dalam suatu negara melalui media, di sekolah-sekolah, dan universitas serta pusat-pusat kebudayaan. Demokrasi tidak hanya terjadi pada saat pemilu saja tetapi juga harus diterapkan pada kehidupan sehari-hari. Demokrasi yang hidup mengharuskan partisipasi aktif masyarakat dalam partai politik yang demokratis, kelompok sipil dan masyarakat pada umumnya

Setiap warga negara mendambakan pemerintahan demokratis yang menjamin tegaknya kedaulatan rakyat. Hasrat ini dilandasi pemahaman bahwa pemerintahan demokratis memberi peluang bagi tumbuhnya prinsip menghargai keberadaan individu untuk berpartisipasi dalam kehidupan bernegara secara maksimal. Karena itu, demokrasi perlu ditumbuhkan, dipelihara, dan dihormati oleh setiap warga negara.

Setiap warga mempunyai ciri khas dalam pelaksanaan kedaulatan rakyat atau demokrasi. Hal ini ditentukan oleh sejarah negara yang bersangkutan, kebudayaan, pandangan hidup, serta tujuan yang ingin dicapainya. Dengan demikian pada setiap negara terdapat corak khas demokrasi yang tercermin pada pola sikap, keyakinan, dan perasaan tertentu yang mendasari, mengarahkan, dan memberi arti pada tingkah laku dan proses demokrasi dalam suatu sistem politik. 

Dalam sejarah ketatanegaraan Republik Indonesia yang telah lebih dari setengah abad, perkembangan demokrasi mengalami fluktuasi (pasang surut). Masalah pokok yang dihadapi oleh bangsa Indonesia adalah bagaimana upaya meningkatkan kehidupan ekonomi dan membangun kehidupan sosial politik yang demokratis dalam masyarakat yang plural.
Menurut Juliardi fluktuasi demokrasi Indonesia pada hakikatnya dapat dibagi dalam 5 periode:

1. Periode 1945-1949 dengan sistem demokrasi pancasila. Pada periode ini sistem pemerintahan demokrasi pancasila seperti yang diamanatkan UUD 1945 belum sepenuhnya dilaksanakan karena negara dalam keadaan darurat dalam rangka mempertahankan kemerdekaan.

2. Periode 1949-1959 dengan sistem demokrasi parlementer. Periode ini sangat menonjolkan peranan parlemen dan partai politik.

3. Periode 1959-1965 dengan sistem demokrasi terpimpin. Sistem demokrasi terpimpin merupakan sistem demokrasi yang menyimpang dari konstitusional , periode ini juga sering disebut dengan orde lama.

4. Periode 1965-1998 dengan sistem demokrasi pancasila (orde baru). Demokrasi pancasila era orde baru yang merupakan demokrasi konstitusional yang menonjolkan sistem presidensial. 

5. Periode 1998-sekarang dengan sistem demokrasi pancasila (orde reformasi). Demokrasi pancasila era reformasi berakar pada kekuatan multi partai yang berupaya mengembalikan perimbangan kekuatan antar lembaga negara. 

Untuk dapat melaksanakan demokrasi dengan baik, terlebih dahulu rakyat, terutama pada pelaksanaan kekuasaan harus mengetahui dan memahami dengan baik prinsip-prinsip demokrasi yaitu sebagai berikut:
  • Kedaulatan di tangan rakyat, maksudnya kekuasaan tertinggi berada di tangan rakyat, ini berarti kehendak rakyat merupakan kehendak tertinggi. Apabila setiap warga negara mampu memahami arti dan makna dari prinsip demokrasi.
  • Pengakuan dan perlindungan terhadap hak asasi manusia memilih harkat dan martabat yang sama dengan tidak membeda-bedakan baik atau jenis kelamin, agama, suku, dan sebagainya. Pengakuan akan hak asasi manusia di Indonesia telah tercantum dalam UUD 1945 yang sebenarnya terlebih dahulu ada dibanding dengan deklarasi universal PBB yang lahir pada tanggal 24 Desember 1945, peraturan tentang hak asasi manusia.
  • Pemerintahan berdasarkan hukum atau berdasarkan konstitusional dan hukum dasar dan tidak bersifat absolutisme (kekuasaan mutlak tidak terbatas). Sistem konstitusional ini lebih menegaskan bahwa pemerintah dalam melaksanakan tugasnya dikendalikan atau dibatasi oleh ketentuan konstitusi.
  • Peradilan yang bebas tidak memihak. Setiap warga Indonesia memiliki hak untuk diperlakukan sama di depan hukum, pengadilan, dan pemerintah tanpa membedakan jenis kelamin, ras, suku, agama, kekayaan, pangkat, dan jabatan. Dalam persidangan di pengadilan, hakim tidak membeda-bedakan perlakuan dan tidak memihak si kaya, pejabat, dan orang yang berpangkat.
  • Pengambilan keputusan atas musyawarah, bahwa dalam setiap pengambilan keputusan harus dilaksanakan sesuai keputusan bersama (musyawarah) untuk mencapai mufakat.
  • Adanya partai politik dan organisasi sosial politik.
  • Pemilu yang demokratis, pemilihan umum merupakan sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat dalam negara kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan pancasila dan UUD tahun 1945. 
Jadi, bisa dikatakan bahwa negara adalah rakyat, sehingga otoritas rakyatlah yang memiliki kekuasaan tertinggi. Oleh sebab itu, setiap warga negara memiliki hak untuk turut serta memilih wakil-wakil rakyat yang akan mewakilinya dalam memegang kekuasaan tertinggi, dan juga memiliki hak untuk bisa dipilih bagi jabatan tersebut atau jabatan di bidang kekuasaan lainnya.

Demokrasi Pancasila

Demokrasi yang berkembang di Indonesia adalah demokrasi pancasila. Dan nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila pada pancasila sesuai dengan ajaran-ajaran demokrasi. Dia tidak bersifat otoriter sehingga sangat cocok dijadikan dasar negara yang mendukung demokratisasi, seperti negara Indonesia. Dan nilai-nilai luhur pancasila yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945 sangatlah sesuai dengan pilar-pilar demokrasi modern. 

Demokrasi pancasila adalah demokrasi yang merujuk pada sila ke-4 pancasila yakni secara filosofis bermakna: Demokrasi yang didasarkan pada kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan, yang dijiwai oleh persatuan Indonesia, yang dijiwai oleh kemanusiaan yang adil dan beradab dan yang dijiwai oleh ketuhanan Yang Maha Esa dan yang menjiwai keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Hal demikian adalah sebagai konsekuensi bahwa setiap sila pancasila adalah dijiwai oleh sila di atasnya dan menjiwai sila di bawahnya. Dengan jelas sekali bahwa demokrasi pancasila sangatlah berbeda dengan demokrasi yang berkembang di Barat, terutama dalam tataran implementatif. 

Jika kita memperhatikan demokrasi model Barat, maka lebih bersifat kuantitatif, majority, yang banyak adalah yang benar, baik dan menang, sedangkan pada demokrasi pancasila lebih mengutamakan kualitatif (musyawarah-mufakat) baru melalui voting (kuantitatif) jika memang musyawarah tidak dapat terlaksana. Di samping dalam demokrasi pancasila tidak ada ruang untuk oposisi, karena bertolak pada paradigma bahwa pemerintah, negara dan rakyat adalah satu kesatuan, sedangkan pada demokrasi liberal (barat) oposisi diberi tempat, karena memang mereka bertolak dari paradigma bahwa rakyat dan pemerintah/negara adalah dua subjek yang saling berhadap-hadapan dan masing-masing eksis. 

Demokrasi pancasila ini sudah secara resmi mengkristal di dalam UUD 1945. Dasar-dasar konstitusional bagi demokrasi di Indonesia sebagaimana yang berlaku sekarang ini sudah ada dan berlaku jauh sebelum tahun 1965, tetapi istilah demokrasi pancasila itu baru populer sesudah lahir orde baru (1966).

Istilah demokrasi pancasila lahir sebagai reaksi terhadap demokrasi terpimpin di bawah pemerintahan Soekarno. Gagasan demokrasi terpimpin, seperti diketahui telah dibakukan secara yuridis dalam bentuk ketetapan MPRS No. VIII/MPRS/1965 tentang: prinsip-prinsip musyawarah untuk mufakat dalam demokrasi terpimpin sebagai pedoman bagi lembaga-lembaga permusyawaratan/perwakilan. Ketika orde baru lahir, konsep demokrasi terpimpin mendapat penolakan keras, sehingga pada tahun 1968, MPRS kembali mengeluarkan ketetapan No. XXXVII/MPRS/1968, tentang pencabutan ketetapan MPRS No. VIII/MPRS/1965 dan tentang pedoman pelaksanaan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmah kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan atau sesuai dengan diktum Tap tersebut tentang demokrasi pancasila. 

Pada demokrasi pancasila juga mempunyai hakikat dan makna tersendiri diantaranya:
  1. Bahwa demokrasi pancasila itu meliputi segi bentuk maupun isinya. Segi bentuk maksudnya demokrasi pancasila didasarkan atas permusyawaratan/perwakilan, yaitu berupa cara pengambilan keputusan yang demokratis. Sedangkan dari segi isinya ialah bahwa hasil keputusan yang diambil haruslah demokratis, yang bermuara pada kepentingan seluruh rakyat, bukan bermuara kepada kepentingan perorangan atau golongan semata.
  2. Bahwa dalam demokrasi pancasila, pemerintah tidak mengenal pemisahan kekuasaan berdasarkan paham kekeluargaan, maksudnya dalam demokrasi ini tidak dikenal adanya bentuk-bentuk oposisi, diktator  mayoritas, dan tirani  minoritas. 
Jadi pada intinya demokrasi pancasila adalah paham demokrasi berdasarkan paham kekeluargaan dan gotong royong yang ditujukan kepada kesejahteraan rakyat. Dasar demokrasi pancasila adalah kedaulatan rakyat seperti yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945.

Pendidikan Demokrasi Di Indonesia

Pendidikan demokrasi menurut Winatapura dan Budimansyah, adalah upaya sistematis yang dilakukan negara dan masyarakat untuk memfasilitasi individu warga negara agar memahami, menghayati, mengamalkan, dan mengembangkan konsep, prinsip, dan nilai demokrasi sesuai dengan status dan perannya dalam masyarakat.

Di negara kita, pendidikan kewarganegaraan adalah wahana pendidikan demokrasi karena mata pelajaran PKN memiliki potensi yang strategis untuk dikembangkan sebagai pendidikan demokrasi dan secara etimologis antara lain mengembangkan nilai dan kesadaran untuk menegakkan negara hukum. Secara terfokus, tujuan pendidikan demokrasi adalah untuk menumbuhkan kesadaran berdemokrasi, pengetahuan mengenai mekanisme demokrasi seperti democratic responsibility, transfarancy, peaceful dan lain-lain. 

Selama orde pemerintahan soeharto (orde baru), pendidikan demokrasi dimanifestasikan melalui program P4 (pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila), yang berfungsi sebagai alat untuk mengembangkan wawasan nusantara. Walaupun kemudian, program ini dimanfaatkan sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaan rezim, telaah sander (2000) (fachrudin, 2006:5). Dan dalam perkembangan berikutnya, pada tahun 1998, sidang MPR mencabut dekrit tentang pedoman penghayatan dan pengamalan pancasila (P4) dan menghapus dominasi interpretasi terhadap pancasila. 

Pendidikan demokrasi memang dianggap penting, tetapi dalam kenyataannya bahwa demokrasi tidak bisa mengajarkannya sendiri, jika kekuatan, kemanfaatan, dan tanggung jawab demokrasi tidak dipahami dan dihayati dengan baik oleh warga negara, sukar diharapkan mereka mau berjuang untuk mempertahankannya. Oleh karena itu, maka pendidikan demokrasi harus disikapi secara sadar dan sungguh-sungguh.

Pendidikan demokrasi pada hakikatnya adalah sosialisasi nilai-nilai demokrasi agar dapat diterima dan dijalankan oleh warga negara. Pendidikan demokrasi bertujuan mempersiapkan warga masyarakat untuk berperilaku dan bertindak demokratis, melalui aktivitas yang menanamkan pada generasi muda akan pengetahuan, kesadaran dan nilai-nilai demokrasi. 

Pendidikan demokrasi sebagai upaya sadar untuk membentuk kemampuan warga negara berpartisipasi secara bertanggung jawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sangat penting. Kemampuan partisipasi politik warga negara ini diperlukan agar demokrasi dalam arti pemerintahan dari mereka yang diperintah bisa berkembang secara maksimal. Karena kalau hanya mempercayakan kepada para pelaku dalam sistem politik dirasa kurang efektif. Lebih-lebih dewasa ini ada kecenderungan melemahnya moralitas publik di kalangan pejabat publik/politisi. Melemahnya moralitas publik ditandai dengan merombaknya demokratisasi korupsi. Begitu pula dalam konteks otonomi daerah, rohnya ada pada partisipasi masyarakat dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan publik di daerah masing-masing. Tanpa partisipasi masyarakat otonomi itu akan mati dengan kata lain demokrasi itu dapat diumpamakan sebagai jiwa dan otonomi daerah tu adalah pengejawantahannya.

Dalam pendidikan demokrasi menekankan pada pengembangan keterampilan intelektual (intellectual skill), keterampilan pribadi dan sosial (personal and social skill). Keterampilan intelektual ini menekankan pada pengembangan berpikir kritis siswa. Selama ini tampak ditekankan pada kegiatan mengakumulasi/menabung pengetahuan sebanyak mungkin kepada siswa (knowledge deposite). 

Visi pendidikan demokrasi adalah sebagai wahana substantif, pedagogis , dan sosial-kultural untuk membangun cita-cita, nilai, konsep, prinsip, sikap, dan keterampilan demokrasi dalam diri warga negara melalui pengamalan hidup dan berkehidupan demokrasi dalam berbagai konteks. Berdasarkan visi tersebut, dapat dirumuskan bahwa misi pendidikan demokrasi adalah sebagai berikut:
  1. Memfasilitasi warganegara untuk mendapatkan berbagai akses kepala dan menggunakan secara cerdas berbagai sumber informasi tentang demokrasi dalam teori dan praktik untuk berbagai konteks kehidupan sehingga ia memiliki wawasan yang luas dan memadai.
  2. Memfasilitasi warganegara untuk dapat melakukan kajian konseptual dan operasional secara cermat dan bertanggungjawab terhadap berbagai cita-cita, instrumentasi, dan praksis demokrasi guna mendapatkan keyakinan dalam melakukan pengambilan keputusan individual dan atau kelompok dalam kehidupannya sehari-hari serta berargumentasi atas keputusannya itu.
  3. Memfasilitasi warganegara untuk memperoleh dan memanfaatkan kesempatan berpartisipasi secara cerdas dan bertanggungjawab dalam praksis kehidupan demokrasi di lingkungannya seperti mengeluarkan pendapat, berkumpul dan berserikat, memilih, serta memonitor dan mempengaruhi kebijakan publik. 
Merujuk pada visi dan misi diatas, maka strategi dasar pendidikan demokrasi yang seyogyanya dikembangkan adalah strategi pemanfaatan aneka media dan sumber belajar, kajian interdisipliner, pemecahan masalah sosial, penelitian sosial, aksi sosial dan pembelajaran berbasis potrtfolio.

Misi dari model ini adalah mendidik para siswa agar mampu untuk menganalisis berbagai dimensi kebijakan publik dengan kapasitasnya sebagai “young citizen” atau warga negara muda yang mencoba memberi masukan terhadap kebijakan publik di lingkungannya. Hasil yang diharapkan adalah kualitas warganegara yang cerdas, kreatif, partisipatif, prospektif, dan bertanggung jawab.


Abd Hamid Majid

Seorang Mahasiswa Universitas di Jawa Timur, Indonesia

Post a Comment

Previous Post Next Post