Bermedsos Dengan Akal Sehat

Bermedsos Dengan Akal Sehat


Media sosial adalah medium di internet yang memungkinkan pengguna mempresentasikan dirinya maupun berinteraksi, bekerja sama, berbagi, berkomunikasi, dengan pengguna lain, dan membentuk ikatan sosial secara virtual. (Rulli nasrullah, 2015. Media sosial: perspektif komunikasi, budaya, dan sosioteknologi. Simbiosa rekatama media.)

Apa media sosial yang paling sering digunakan oleh orang Indonesia?

Data per bulan januari 2020, di lima besar ada youtube (88%), whatsApp (84%), facebook (82%), instagram (79%), dan twitter (79%).

Apa tujuan utama orang Indonesia bermedsos?

·         Mengisi waktu luang (68%)

·         Berjejaring sosial (54%)

·         Mencari konten hiburan (54%)

·         Membagikan foto dan video (53%)

·         Banyak teman yang menggunakan (51%)

Lalu bagaimana bermedsos dalam kacamata agama islam?

Ada sebuah qoidah ushul yang berbunyi,

الاصل في الاشياء الاباحة حتى يدل الدليل على التحريم

“Hukum asal segala sesuatu itu diperbolehkan kecuali ada dalil yang mengharamkannya”. Jadi dalam hal ini, bermedsos itu boleh karena termasuk ashlu yaitu mubah. Dalam kitab minahussaniyah pada pembahasan mubah dijelaskan menurut syekh Ali Al khowash, pada dasarnya kemubahan diciptakan hanya sebagai “selingan” atau tempat istirahat bagi manusia setelah melakukan beban berat atau taklif berupa wajib yang diberikan Allah swt. Sebagai selingan, kemubahan tak punya nilai sampai di niatkan melakukan itu untuk ibadah, atau malah untuk berlebih lebihan dalam kemubahan itu. Lah, agar kemubahan medsos tidak berakhir sia-sia atau malah berbuat dosa, maka diperlukan akal sehat ketika menggunakan medsos.

 

Kenapa harus dengan akal yang sehat?


Karena apa yang saya dan anda unggah di media sosial akan dilihat oleh banyak orang yang secara virtual. Dan tidak semua yang diunggah oleh orang lain adalah hal yang harus dibagikan kembali dan teruji validitas kebenarannya. Kehadiran fitur share, like, hashtag, trending, topic dimedia sosial tidak dapat dipungkiri telah sangat berpengaruh dalam membaca minat dan konsumsi informasi khalayak. Melalui fitur-fitur tersebut, berita dan informasi dapat dibagikan secara viral tersebar luas dan terjadi dalam waktu singkat layaknya wabah penyakit yang disebabkan oleh virus. Meski demikian, disadari pula bahwa pengguna media sosial dan non jurnalis umumnya tidak paham pentingnya akurat, sering luput atau tidak melakukan disiplin verifikasi serta tidak memiliki bekal cukup untuk memahami etika jurnalisme dan hukum media daring saat membagikan informasi di media sosial. Tidak adanya kontrol akan hal-hal mendasar dalam praktik jurnalisme ini turut memberikan kontribusi pada data dan informasi yang akhirnya terkumpul dan tersebar di media sosial. Aktualitas berita menjadi nilai dominan yang mempengaruhi penilaian jurnalis dalam proses produksi karya jurnalistiknya. Aktualitas dan kecepatan tersebut dimungkinkan oleh media sosial utamanya karena daya jangkaunya yang luas sehingga memungkinkan terjadinya interaksi yang timbal balik dalam waktu yang singkat. Hasil studi Jonah borger dan Katherine milkman (struhar,2014.) menunjukkan bahwa berita yang dibagikan secara viral melalui media sosial adalah berita yang mampu membangkitkan emosi positif atau negatif yang sangat kuat (high-arousal emotions).

 

Apa cara yang efisien untuk menangkal diri dari menyebar hoax?

Sebelum memposting atau membagikan sesuatu, pikirkan dulu dan dibaca dulu karena permulaan ayat yang turun (dalam ilmu tafsir ada khilafiyah) adalah  iqro!’ bacalah!!!. Jika itu berupa data-data, lakukan kroscek silang, maka gunakan kata pencarian yang sama agar anda dapat validitas data yang mendekati benar. Dan yang terakhir, media sosial memang tidak mempertemukan fisik masing-masing dari kita , walau demikian apa yang kita bagikan (baik dari diri kita sendiri ataupun dari orang lain) akan dibaca oleh orang-orang yang berjejaring dengan kita. Oleh karena itu, layaknya berbicara atau berlaku di alam nyata, di media sosial kita juga berlaku demikian. Jangan sampai media sosial yang awalnya kita jadikan media silaturrahmi malah menjadi sebab perpecahan, yang mulanya jadi ruang penghibur diri malah menjadi ruang kerumpekan yang lain. Oleh karena itu mari bermedsos dengan akal sehat dan gembira.

Sekian..

Sumber: Seminar Online, Narasumber: Ust. Dzulfikar nasrullah, S.Ud. (Pengajar di PDF Ulya Al Fithrah Surabaya)

Abd Hamid Majid

Seorang Mahasiswa Universitas di Jawa Timur, Indonesia

Post a Comment

Previous Post Next Post